Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Badai Takdir (Dua Puluh)

7 Mei 2023   21:31 Diperbarui: 7 Mei 2023   22:01 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto ilustrasi: dok. pri. Ikhwanul Halim

Sebelumnya....

"Mengapa kamu mengira begitu?" Angrokh kebingungan.

"Siapa yang menugaskan penjaga untuk kalian? Aku.  Aku sendiri yang memilih mereka. Artinya mereka adalah orang-orang setia kupilih karena loyal. Kamu menyuruh penjagamu untuk memata-mataiku atau orang lain di departemenku seperti Thozai. Jelas aku tahu tentang itu."

Dia melihat Angrokh menatap Zorth yang sedang bersama mereka, tapi Zorth tidak pernah menatap keduanya. Dia terus melangkah seolah-olah dia tidak mendengar apa-apa. Kendida melanjutkan, "Tentu saja aku mengutamakan keselamatanmu, jadi aku menempatkan setidaknya satu atau dua orang yang akan setia kepadamu dan hanya kamu."

"Zorth?" Angrokh bertanya dengan tatapan menyelidik.

"Sepenuhnya milikmu," Kendida menjawab, lalu berhenti, "Tentu saja kalau kamu berpisah dengannya, aku akan terpaksa menugaskan orang lain untukmu."

Mereka tiba di ruangan kerja Kendida yang sangat kecil tetapi efisien. Mereka ditinggalkan sendirian. "Apakah itu sebuah ancaman, Kendida?" Angrokh bertanya.

"Tentu saja tidak!" Kendida duduk di sisi lain meja. "Yang aku katakan adalah,  penjaga yang kutugaskan kepada masing-masing kalian seharusnya mengutamakan keselamatanmu, dan jika ada yang dikirim untuk misi mata-mata yang tidak akan menguntungkanmu dari segi perlindungan, maka dia tidak akan berguna dalam melakukan tugas utamanya."

Angrokh menyadari bahwa ini adalah Kendida yang dia kenal sebelum kedatangan Thozai, meskipun dia tampak lebih tua. Matanya masih bersinar penuh semangat yang menggelora, tetapi kulitnya agak berkerut seiring bertambahnya usia. Rambutnya menipis, tetapi orang tidak dapat mengetahuinya kecuali memperhatikannya dengan cermat seperti yang selalu dia lakukan.

"Jangan jangan menatapku seperti itu," kata Kendida.

"Seperti apa?" Angrokh bahkan tidak mengalihkan pandangan darinya sama sekali.

"Seperti yang kamu sadar bahwa aku semakin tua."

Angrokh terdiam. "Apakah usia itu penting?" dia bertanya pada dirinya sendiri.

"Karena aku tahu aku semakin tua dan tidak secantik dulu. Aku tahu kecantikan adalah sebab pertama daya tarik wanita."

"Kendida, aku datang ke sini bukan untuk membicarakan hal itu."

"Aku yang ingin membicarakannya." Dan dengan kata-kata itu Kendida yang dikenalnya dulu menghilang .

"Usiamu mungkin bertambah, tetapi kamu masih Kendida yang sama yang dicintai sebagian orang, dibenci sisanya dan ditakuti oleh oleh semua ," Angrokh mencoba menghiburnya.

"Manis sekali. Apa yang membawamu ke sini?" tanyanya sambil memandang Angrokh seperti baru pertama kali melihatnya.

"Kompetisi."

"Ya, baiklah...," Kendida diam sejenak sebelum berkata, "Aturan dasar:  tidak ada kecurangan dan tidak ada pembunuhan. Apakah itu masih kurang menurutmu?"

"Itu aturan dasar untuk persaingan yang sehat. Tapi aku tidak melihat bagaimana tidak ada kecurangan jika orang yang menyelenggarakan kompetisi dan mengatur pertarungan adalah pelatih salah satu peserta."

"Kamu sedang membicarakan Thozai dan Sarritha?"

Tidak ada jawaban dari Angrokh.

"Aku telah menjelaskan secara gamblang kepada Thozai bahwa tidak boleh ada kecurangan. Kalau kamu melihatnya mengatur pertandingan atau memberi tahu Sarritha tentang kekuatan dan kelemahan lawannya, beri tahu aku dan dia akan didiskualifikasi."

"Karena Thozai berusaha untuk tidak membuatnya terbunuh?"

"Tidak ada pembunuhan, ingat? Pokoknya akhlak muridnya hanya sebaik akhlak gurunya. Kalau Thozai sampai curang maka dia akan dikeluarkan dari pengawal kerajaan dan Sarritha tidak akan pernah bisa menjadi pengawal."

"Taruhannya terlalu tinggi."

"Tidak, itu yang disebut adil. Kompetisi yang adil yang kamu mau, kan?"

"Ya."

"Kalau begitu, itulah yang akan kamu dapatkan."

Angrokh menyandarkan tubuhkan ke kursi.

"Kendida, bersikap adil seharusnya tidak dilakukan hanya karena aku di sini. Seharusnya karena keinginanmu sendiri untuk selalu adil dalam hala apa pun yang kamu lakukan."

Kendida bahkan tidak berkedip. "

Kalau Anda tidak memaksakan itu dengan apa yang kamu lakukan, lalu apa yang kamu ajarkan kepada Kinan?"

"Aku tidak mengajar keadilan kepadanya. Di medan perang tidak ada yang adil. Itu menjadi tugasmu untuk mengajarinya moral. Kamu adalah orang yang paling bermoral di negeri ini. Nusvathi jauh dari itu, dan bahkan tidak berpikir bahwa aku cukup bermoral, karena kalau kamu tahu semua yang telah kulakukan ..." Dan Kendida lama kembali. "... kamu akan berpikir dua kali untuk jatuh cinta denganku."

"Kendida...." Angrokh mencoba memotong kata-katanya.

"Jangan coba-coba mengatakan bahwa aku salah. Aku tahu itu, semua orang tahu itu dan aku tahu kamu tahu itu. Untuk alasan yang sama kamu menutup mata terhadap hal-hal buruk yang telah kulakukan. Untuk alasan yang sama, kamu gagal melihat apa yang ada di depan matamu, hanya saja kamu tidak mau mengakuinya. Kamu tidak melakukan apa yang harus kamu lakukan."

BERSAMBUNG

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun