Ketika Ksatria Mawar Sumidera tiba di tempat terjauh dari tanah pesona Gelegata Hulu, dirinya sudah sedemikian pucat membayang sehingga dia segera dikenal sebagai Ksatria Bening. Dia tidak memberi tahu siapa pun dari mana dia berasal atau mengapa dia mencari tanah Gelegata Hulu, tetapi banyak desas-desus: bahwa dia telah membunuh penguasa Laut Dalam, bahwa dia telah meracuni Pangeran di Titik Lelap, bahwa dia telah mengkhianati sesama ksatria di Similikiti yang jauh. Beberapa mengira mereka mendengar irama dialek Rimbabulan dalam suaranya, yang lain mengira alunan logat eksotis dari Tegalan Barat.
Satu hal yang disetujui semua cerita---dia telah diasingkan. Dia sedang berduka. Dan setiap hari, dia semakin menghilang.
Tetua Purba mengetahui kisahnya, tetapi mereka tidak menceritakannya.
Meskipun menghilang sedikit demi sedikit dapat dilihat sebagai kesialan, hal itu juga dapat memberikan keuntungan, terutama bagi seorang Ksatria Mawar. Semakin dia tak kasat mata, lawannya semakin dirugikan, baik itu dalam pertempuran atau pertandingan, karena mereka tidak bisa melihat dia. Semua mengarahkan senjata mereka pada baju besinya dan cara dia memegang pedang dan perisainya. Tetapi ketika fisiknya menjadi lebih redup, aroma mawarnya tidak, dan para ksatria yang memiliki peluang terbaik untuk melawannya adalah mereka yang memiliki indera penciuman terbaik.
Namun, ada orang lain yang bersikeras bahwa Sumidera yang semakin tidak terlihat memberinya keuntungan yang tidak adil dan meminta majelis Ksatria Mawar untuk melakukan sesuatu. Di sana diputuskan bahwa tidak ada ksatria yang dapat berpartisipasi dalam turnamen yang tidak menunjukkan bayangan saat telanjang.
Ksatria Mawar dari Gelegata Hulu berkumpul di alun-alun kota keesokan harinya, hanya mengenakan legging ketat dan penutup dada, sementara Tetua Purba berteduh dalam bayang-bayang bersenda gurau terkekeh.
Satu per satu, para ksatria melangkah ke depan walikota dan menelanjangi diri, dan masing-masing dari mereka mempunyai bayangan. Akhirnya tiba waktunya untuk giliran Ksatria Bening.
Sebuah pelindung dada kosong berwarna merah muda anyelir melangkah maju dan membungkuk di depan walikota. Kemudian pelindung dada ditarik ke atas kepala yang tidak terlihat dan dijatuhkan ke tanah, disusul oleh legging ketat berwarna sama.
Dan terbukti bahwa bayangan Sumidera sepanjang siang dan bahkan lebih panjang.
Walikota mengangguk. "Ksatria Bening, dengan ini Anda secara resmi diizinkan untuk mengambil bagian dalam semua turnamen di bawah wilayah hukum saya."
Pelindung dada anyelir itu diangkat dari tanah dan diletakkan di atas sosok yang hanya sedikit lagi yang bisa dikenali.
"Aku rasa tidak," kata Sumidera. "Sekarang aku melihat ksatria lain benar, dan dengan kehilangan diriku, aku mendapatkan keuntungan yang tidak adil atas mereka. Tidak ada lagi tempat bagiku di sini di Gelegata Hulu."
Tertua Purba berhenti mengoceh dan terkekeh dan bergerak bersama untuk bergabung dengan ksatria tak terlihat. "Kamu bersama kami sekarang, Ksatria Bening."
Dan dengan demikian Sumidera pergi bersama Suku OrangPurba..Namun dia meninggalkan aroma jeruk bercampur vanila dan mawar paling harum yang pernah mekar, serta dongeng yang diceritakan dari generasi ke generasi.
Sebuah kisah dengan misteri di awal dan tidak ada moral di akhir. Sebuah cerita yang berbeda di setiap penceritaannya, karena hanya Tetua Purba yang tahu alasan mengapa Ksatria Bening tak kasat mata, dan mereka tidak mengatakannya.
BERSAMBUNG
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H