Perkenalkan, aku seorang profesor filsafat dengan gelar master  dalam linguistik. Aku punya satu tugas saat ini, yaitu membedakan manusia dengan komputer.
Aku dibawa ke ruangan berdinding putih dengan meja dan kursi yang nyaman.
Aku membuka tas kulitku, tapi alih-alih menarik laptop, aku mengeluarkan buku catatan.
Di seberang terjauh meja, ada dua kotak putih. Seorang pria menarik layar kecil yang menampilkan kisi-kisi yang mencegahku melihat ke dalam setiap kotak. Namun, aku tahu, satu berisi komputer dan satunya manusia. Siapa pun yang aku pilih sebagai bukan manusia akan dihancurkan. Ini membuatku tersenyum. Mereka hanya akan menghancurkan komputer. Tes Kecerdasan Buatan soal gampang.
Aku mulai dengan mengajukan pertanyaan dasar. Satu kotak memiliki suara seorang wanita dengan daya tarik yang menggairahkan. Yang lainnya juga bersuara perempuan, hanya saja suaranya lebih keras dan kurang menggoda.
Kedua kotak itu bisa mengingat kenangan masa kecil. Keduanya bisa menyebutkan buku favorit dan mengutipnya. Keduanya bisa mengidentifikasi mainan favorit. Tidak ada yang bisa mengingat apa yang terjadi pada mainan itu. Keduanya bisa mengingat ciuman pertama mereka. Suara perempuan yang keras terdengar ragu-ragu dan apa yang dia bacakan mirip dengan film Titanic. Ini membuatku meringis. Aku memberi tanda centang di slot AI. Yang lain dapat mengingat danau musim panas, bibir cowok, dan bau minuman kaleng bersoda.
Aku terpesona oleh cara dia menceritakannya kembali. Suaranya cukup menggoda. Kedengarannya akrab.
"Sekarang, mari kita bicara tentang spiritualitas. Kotak A ceritakan pendapatmu."
"Aku tidak punya pendapat. Aku seorang ateis. Dibesarkan di lingkungan yang religius sebagai seorang anak. Aku tidak pernah peduli pada Tuhan mana pun." Dia tertawa. "Aku tidak butuh agama. Saat aku mati, energi di otakku akan menjadi foton."
"Tentunya, kamu telah merenungkan ketidakterbatasan, kehidupan, tempat kita di jagat raya---"
"Tentu saja, tapi itu tidak memengaruhi pandanganku. Aku masih seorang ateis."
"Kotak B?"
"Aku telah merenungkan banyak hal, termasuk tentang Tuhan. Aku memiliki keinginan kuat untuk percaya pada sesuatu. Aku bertanya. Aku mencari... Aku mempertanyakannya lagi. Terkadang aku ingin pergi ke gereja dan bertobat. Terkadang aku ingin melepaskan diri dari keinginan untuk mencapai kedamaian. Tetapi keinginan untuk mengakhiri keinginan juga adalah keinginan." Dia tertawa. "Kurasa aku tidak terlalu Zen. Kristus berbicara begitu banyak hal yang benar. Begitu pula Sang Buddha. Islam juga. Begitu pula umat Hindu... Aku ingin mencapai pencerahan. Aku ingin tahu mengapa aku di sini. Maaf... aku punya lebih banyak pertanyaan daripada jawaban."
Aku terkesan dan terharu, setengah jatuh cinta.
Seorang pria masuk ke kamar.
"Yang mana komputernya?"
"Mungkin aku seharusnya menanyakan beberapa perhitungan tapi ... Kotak B adalah manusia. Hancurkan Kotak A."
Aku berdiri.
Kotak A dibuka dan keluarlah seorang wanita cantik berpakaian oranye dan biru navy. Sikapnya penuh percaya diri.
Pria itu membuka Kotak B dan mengeluarkan sebuah komputer, lalu meiletakkannya di atas meja.
"Tapi..." aku bingung. "Wanita ini mencuri ciuman pertamanya dari film dan tidak tertarik pada tempatnya di alam semesta."
Wanita itu berbicara. "Ciuman pertamaku bersifat pribadi. Aku tidak ingin berbagi. Dan aku benar-benar tidak peduli dengan kekuatan yang lebih tinggi, dewa, atau apa pun. Aku berpikiran mandiri. Aku percaya dengan caraku sendiri. Apakah Anda masih ingin aku dihancurkan?"
Pria itu tertawa. "Tentu tidak, Clara. Profesor, semua orang yang menguji memiliki bias. Ahli matematika hanya menanyakan matematika dan mendeteksi penipuan hampir secara instan. Profesor sastra hanya bertanya tentang sastra dan sekarang Anda terpaku pada spiritualitas. Pemrogram sudah mengira pertanyaan Anda dan memprogramnya sesuai dengan itu."
"Jadi Tes Turing gagal?"
"Benar."
Mereka mendorong komputer menjauh, namun aku memiliki keinginan kuat untuk melanjutkan percakapan kami. Aku ingin mengenal komputer itu. Wanita cantik itu membuatku mati rasa. Aku tidak ingin berhubungan dengannya.
Malam itu aku memimpikan komputer yang gelisah dan ingin tahu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H