Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Skandal Sang Naga (Bab 11)

10 Maret 2023   07:55 Diperbarui: 10 Maret 2023   08:01 306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok. pri. Ikhwanul Halim

Setelah sekitar satu menit, dia perlahan melangkahi hati-hati tubuh itu. Terdengar bunyi 'klik' saat ujung sepatunya mengunjak kronometer. Dia berhenti untuk melihatnya, lalu menunduk.

Telepon berdering. Ranya menegakkan badannya. Aku bisa melihat kerutan kecil di keningnya. Dan mendadak dia tampak berhasil menguasai dirinya.

Ranya pergi ke seberang dan mengangkat gagang telepon.

Dia sama sekali tidak berbicara, tetapi samar-samar aku bisa mendengarkan suara celoteh meskipun tidak dapat kupahami. Sudut bibirnya menipis, dan akhirnya dia menyela.

"Nikki, berhenti bicara dan tutup telepon," perintahnya. "Sesuatu yang mengerikan telah terjadi ..."

Masih terdengar suara celotehan dari telepon, hingga Ranya kehilangan kesabaran. "Saya harus menelepon polisi," dia membentak, "jadi tolong tutup telepon!"

Dia membanting gagang telepon. Tangannya gemetar saat dia menahannya untuk memastikan sambungannya terputus. Kemudian dengan perlahan dia mengangkatnya lagi, dan aku menyimpulkan bahwa dia sedang menghubungi nomor darurat.

Aku tidak menunggu untuk mendengar percakapannya, tetapi diam-diam menuju pintu teras dan keluar ke balkon. Menarik napas dalam-dalam, udara dingin memenuhi paru-paruku. Untungnya, balkon-balkon itu membentuk lingkaran di setiap lantai, hanya dinding rendah yang memisahkan setiap apartemen. Di sebelah kanan aku bisa melihat cahaya lampu menyala di ruang tamu, tetapi apartemen di sebelah kirinya gelap, begitu juga dengan apartemen di sebelahnya.

Aku menyeberangi tembok pembatas yang rendah dan mencoba membuka pintu balkon. Terkunci. Tapi aku beruntung dengan apartemen di sebelahnya. Pemiliknya tidak mengharapkan siapa pun untuk mencoba masuk melalui balkon.

Sesampaiku di jalan raya di bawah, aku melebur dengan kerumunan orang yang berlalu lalang, lalu menyetop taksi agak jauh dari kompleks apartemen. Setelah duduk di kursi belakang, aku menyebutkan alamatku.

Saat kami melaju pergi, aku menatap melalui jendela belakang pintu gerbang masuk Mediterania Lagoon, tetapi tampaknya cukup sepi. Saat kami tiba di tikungan jalan, taksi yang kutumpangi hampir tertabrak mobil polisi yang berbelok dengan kecepatan tinggi, menyebabkan pengemudi taksi membanting ke kiri kemudinya dan roda depan membentur trotoar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun