Kamu membaca email dari dulu-dulu. Yang ditulis olehnya.
Awalnya surat itu tidak ditujukan untukmu, tapi dia meneruskannya kemudian ke kamu. Pertama kali dikirim ke bibinya: penjelasan mengapa ada lelaki aneh yang menghadiri acara halal bihalal keluarga.
Dia lucu, baik hati, dan menyukai seorang pencinta alam. Tunggu saja sampai Bibi bertemu dengannya.
Itu mungkin merupakan pernyataan formal pertama dari hubungan kalian. Kamu tidak ingat---itu adalah hubungan dari masa lalu.
Dan dia tidak punya keluarga di kota dan aku hanya bermaksud membawanya berkeliling untuk bertamu dalam rangka Idul Fitri. Tapi jangan terlalu dipikirkan tentang hal ini, dia baik-baik saja. Aku tidak ingin membuatnya takut.
Kalimatnya dipenuhi dengan begitu banyak idealisme. Apakah kamu benar-benar percaya dengan kata-katanya saat itu?
Ya Tuhan, aku bahkan tidak tahu mengapa aku memberitahu Bibi. Dia sangat rendah hati dan baik tentang segala hal.
Kamu tidak merasa seyakin itu sekarang.
Di garis depan perang bisnis yang merupakan wilayah kalian, kalian duduk di sisi meja yang berseberangan. Diagram dan neraca  laba rugi teriakan pertempuran terakhir masih membara di layar presentasi.
Kamu menyimpan emailnya di folder 'favorit', dan kadang-kadang kamu mengintipnya di ponselmu---setelah hari yang berat di tempat kerja, atau untuk meningkatkan rasa percaya diri.
Dia pintar dan memiliki selera humor yang kering --- Ibu tidak mengerti, tapi Bibi tahu bagaimana Ibu.
Kata-kata di email itu berkilauan di layar ponselmu. Menekan tombol 'forward', kamu mengetikkan alamat email-nya.
Suara ping dari ponselnya mengalihkan pandangannya dari lengan kursi. Dia mengambilnya dari atas meja, lalu menatap dengan alis berkerut, tapi kamu mengangguk, mendesak.
Jantungmu berdegup kencang saat dia membaca. Kamu tidak menyadari bahwa kamu punya daftar tersendiri tentang dia: humornya, kegembiraannya, kecerdasannya, belas kasihnya.
Aku yakin Bibi akan menyukainya Kami akan membawa rendang dan nastar. Sampai ketemu hari Minggu!
Dia mengangkat wajahnya, menatapmu dengan nyala api neraka.
"Aku tidak merasa seperti itu lagi."
Kamu membayangkan apa yang dirasakan penduduk Hiroshima pada hari Minggu  6 Agustus 1945. Terlalu dekat dengan radiasi. Kulitmu mengerut. Tanah tempat kakimu berpijak hangus hancur lebur.
Begitu juga dengan kesabaran yang menutupi cintamu sekian lama habis terbakar.
Kamu berdiri, berbalik, dan pergi.
Bandung, 6 Maret 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H