Seperti biasa jalan tol Cipularang macet.
Dia mencoba keluar, tetapi terjebak di antara dia gerbang dan pintu keluar berikutnya berada lima kilometer di depan. Yang bisa dia lakukan hanyalah menunggu lalu lintas beringsut.
Total jarak tiga kilometer ditempuh dalam dua puluh menit terakhir. Pada tingkat itu akan memakan waktu lima jam hanya untuk sampai ke pintu keluar berikutnya. Dia seharusnya berada di rumah kerabat untuk pesta ulang tahun dalam satu jam dan dia masih harus menempuh enam puluh lima kilometer lagi.
Sial, pikirnya sambil menggeser persneling ke "P" dan menunggu lalu lintas bergerak lagi. Dia bahkan tergoda untuk mematikan mesin dan menghemat bahan bakar.
Akhirnya, dengan tiba-tiba semua orang mulai bergerak lagi.
Dia beringsut lebih jauh dan kemudian melihat apa penyebab macet: dua ekor sapi berdiri di seberang jalur dan pengemudi harus mengitari hewan itu untuk melewatinya. Tentu saja setiap orang juga harus melihat sapi-sapi yang membuat kekacauan menjadi lebih buruk, tetapi tampaknya macet tidak menjadi masalah bagi siapa pun.
Saat dia melewati sapi-sapi itu dan lalu lintas kembali ke kecepatan normal, dia merenungkan bahwa dia belum pernah melihat sapi berdiri di Jl. Thamrin di Jakarta. Dia bertanya-tanya kehebohan apa yang akan terjadi jika benar-benar ada sapi di Bundaran HI.
Kemudian dia tersadar. Kalau di Jakarta, tak seorang pun akan peduli akan keberadaan dua ekor sapi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H