Sungguh rumit menjadi manusia.
Setelah mencapai tahun ketiga puluh sembilan saya di muka Bumi, satu hal membuat saya terkikis habis.
Nyeri.Â
Ada begitu banyak rasa sakit. Rasa sakit yang berlapis-lapis dan bercampur dengan kegembiraan, kemarahan, tawa, frustrasi. Kesedihan dan kegembiraan, cinta dan kebencian.
Semuanya terasa begitu berat dan menegangkan, berdenyut dan menggebu dalam diri saya.
Setiap saat saya yakin bingkai saya akan meledak karena tidak dapat menahan isinya lagi. Atau ringsek.
Saya tidak yakin yang mana.
Tapi, pasti ada sesuatu yang salah telah terjadi.
Sungguh, saya merasa sangat lelah. Namun, tubuh saya mampu melanjutkan, tetap bernapas, tetap menjadi seorang manusia.
Maka tidak heran, bahwa manusia ini, saudara dan saudari saya dalam kehidupan ini, adalah sumber kecemburuan dari bintang-bintang penyusun galaksi, cawan suci jagat raya alam semesta.
Menjadi manusia adalah petualangan yang membuat iri dunia lain. Begitu banyak ras yang ingin menjadi seperti mereka, mendekati keberanian mereka, tetapi kita semua telah gagal. Bahkan juga saya.
Saya yakin sekali bahwa saya sudah siap, tetapi saya salah.
Saya telah menghabiskan waktu bertahun-tahun ... bukan, puluhan tahun. Meneliti, menganalisis, mempelajari, berlatih. Dan masih saja ... tetap saja....
Saya menyadari kini bahwa saya tidak pernah bisa benar-benar menjadi salah satu dari mereka. Saya tidak memiliki apa yang diperlukan untuk bertahan hidup di dunia yang bergolak ini. Itu, mungkin, penyesalan saya yang paling dalam.
Tubuh saya mungkin memiliki apa yang diperlukan untuk terus hidup, tetapi bagian dalam saya yang lain berada di luar jangkauan. Dada saya sesak dengan isak tangis yang tak terkendali, ingus dan air mata membasahi wajah.
Saya menikmati sensasinya, beberapa momen manusia terakhir saya. Saya menatap keagungan yang mulia dari semuanya: gedung pencakar langit dan kebisingan yang tiada habisnya, lampu yang tidak pernah pudar, kabut lembut polusi, beton, cinta, sampah, semua kemanusiaan yang berantakan dan luar biasa itu.
Tubuh saya semakin lemah sedemikian rupa sehingga saya hampir berhenti. Tapi kemudian, saya perlahan menutup mata, menyadari bahwa saya tidak pernah benar-benar menjadi bagian darinya, dan saya melompat ke dalam gelap malam.
Perpisahan ini, kekasih, serupa mimpi misterius yang tak terjangkau logika.
Adios, amigos!Â
Bandung, 18 Februari 2023Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI