Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Jepang, Negara Matahari Terbenam?

4 Februari 2023   15:30 Diperbarui: 4 Februari 2023   15:32 415
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.japan-guide.com/e/e3005.html

Seperti di bagian dunia lainnya, inflasi di Jepang membuat pemerintah kelimpungan. Pada tahun hingga Desember, harga bahan pokok naik 4%. Memang masih lebih rendah jika dibandingkan dengan Amerika atau Eropa, tetapi merupakan yang tertinggi dalam 41 tahun untuk Jepang, di mana orang sudah terbiasa dengan harga yang bergerak turun.

"Di negara di mana Anda belum pernah menaikkan upah selama 30 tahun, upah riil menurun cukup cepat sebagai akibat inflasi," demikian menurut Stefan Angrick, ekonom senior Moody's Analytics yang berbasis di Tokyo.

Bulan lalu, Jepang mencatat penurunan pendapatan terbesar, setelah memperhitungkan inflasi, dalam hampir satu dasawarsa.

Menurut data dari Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD), gaji tahunan rata-rata di Jepang adalah $39.711 pada tahun 2021. Bandingkan dengan $37.866 pada tahun 1991. Itu berarti karyawan mendapat kenaikan gaji kurang dari 5%, dibandingkan dengan kenaikan 34% di negara-negara G7 lainnya, seperti Prancis dan Jerman, selama periode yang sama.

Para ahli telah menunjukkan serangkaian alasan upah stagnan.

Pertama, Jepang telah lama bergulat dengan kebalikan dari apa yang dihadapinya sekarang: harga rendah. Deflasi dimulai pada pertengahan 1990-an, karena yen yang kuat menekan biaya impor, dan meledaknya gelembung aset domestik.

"Selama 20 tahun terakhir, pada dasarnya, tidak ada perubahan dalam inflasi harga konsumen," kata Mge Adalet McGowan, ekonom senior tentang Jepang di OECD.

"Hingga saat itu, konsumen nyaris tidak akan merasakan dampak terhadap pendapatan mereka atau merasa perlu menuntut upah yang lebih baik," tambahnya.

"Tetapi ketika inflasi naik, rakyat Jepang cenderung mulai mengeluh tentang kurangnya pendapatan," prediksi Shintaro Yamaguchi, seorang profesor ekonomi di Universitas Tokyo.

Para ahli mengatakan upah Jepang juga menderita karena tertinggal dalam metrik lain: tingkat produktivitasnya.

Pengeluaran negara, diukur dengan berapa banyak pekerja yang menambah PDB suatu negara per jam. Jepang lebih rendah dari rata-rata OECD, dan "ini mungkin alasan terbesar untuk tidak menaikkan," demikian menurut Yamaguchi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun