Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Keluarga

31 Januari 2023   09:30 Diperbarui: 31 Januari 2023   09:30 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lukisan di dinding menunjukkan seekor gajah menyentuh bunga berbentuk hati dengan belalainya. (Batal) Kakek mengangkatnya dari paku yang baru saja dia palu seminggu yang lalu. Dia menurunkannya ke dalam kotak, di atas rak warna-warni yang telah meninggalkan lubang besar di ruangan itu. (Batal) Nenek membungkus setumpuk baju mungil dan menyembunyikannya di dalam tas kain.

(Batal) Bibi memutar sekrup ke arah yang salah, menutup benda-benda yang seharusnya terbuka, mengemas benda-benda yang harus tetap dibongkar: buaian, kereta dorong bayi, kamera pengasuh, panci perebus dot.

(Batal) Ayah duduk di kursi taman dengan surat tagihan rumah sakit di sisinya, lebih banyak waktu luang daripada yang dia harapkan.

Ibu (batal) tetap di kursi belakang mobil. Tubuhnya yang lemah di sebelah kursi bayi yang kosong. Jari-jarinya membelai huruf-huruf yang disulam di selampai putih di pangkuannya. S-a-r-a-h. Bolak-balik, memanggil lirih: Sarah, Sarah.

Dia membenamkan wajahnya ke sapu tangan tersebut. Baunya seperti sabun. Hanya sabun, bukan dari Sarah, Sarah, Sarah.

Sampai kapan hingga akhirnya dia akan berhenti memanggil nama itu?

Dia melipat sapu tangan yang tidak akan pernah digunakan putrinya. Dia (pernah) memiliki seorang putri.

Sang ibu turun dari mobil, duduk di samping sang ayah. Mereka berpegangan tangan dalam diam dan mengingat malam saat mereka memilih nama putri mereka, tepat di kursi taman itu.

Pasangan itu bangkit dan membantu bibi menyusun kotak di samping pintu masuk. Kakek-nenek tidak menyeka pipi mereka ketika keduanya memasuki ruangan. Seluruh keluarga berlinang air mata.

Sang ibu menggeledah kotak itu. Dia mengeluarkan lukisan gajah yang dia buat dan menggantungnya di tempat sebelumnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun