Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Gelombang Pasang

30 Januari 2023   23:45 Diperbarui: 30 Januari 2023   23:56 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://travel.okezone.com/read/2015/03/11/406/1117211/butuh-tiga-jam-menuju-tanjung-batu

Aku dulu tinggal di tepi muara sungai. Air surut, kamu akan melihat burung-burung yang mengarungi lumpur dan bebatuan. Lingsang di gundukan pasir, di dekat tiang jembatan kereta api tua yang patah. Bahkan terkadang lumba-lumba melewati pelabuhan, terlalu jauh untuk dapat dilihat dengan jelas. Aku tidak pernah bisa menggunakan teropong. Okularnya menabrak kacamataku.

Kita berjalan di pantai Mantaritip, musim kemarau sebelum menjadi sepasang kekasih, dan menyaksikan ombak menghempaskan bangau yang marah ke dinding pelabuhan. Musim hujan, aku membelikanmu cincin perak dengan bangau di atasnya, membingkai batu mirah berbentuk hati. Aku tidak tahu apa yang terjadi.

Gelombang pasang menyapu kaki kita. Terdengar sangat romantis. Arus cinta membawa segala sesuatu sebelumnya, tidak ada cara tapi untuk terus ke depan. Tidak ada habisnya. Kekuatannya membuatku terengah-engah, membuatku takut dan pusing. Aku tak pernah bisa menjadi perenang yang bagus.

Sebuah sungai yang pasang dengan sendirinya. Pasang surut dan arus menarik ke arah yang berbeda. Aku biasa kembali setiap musim liburan untuk berkumpul dengan teman-temanku dan berjalan-jalan di muara.

Dulu aku dan kamu. Kini, aku sendiri.

Aku tinggal di tepi laut kadang-kadang. Kamu akan menyukainya.

Saat air pasang surut, pada equinox pergeseran musim semi atau musim gugur di belahan dunia lain, cahaya matahari yang lembut hampir seperti susu membawa ketenangan.

Aku melihat para nelayan dalam perahu cadik di atas air yang berkabut, pasangan berjalan-jalan dan anak-anak serta anjing bermain di hamparan luas pasir yang berkilau.

Bandung, 30 Januari 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun