Sol sandal dari kayu menghantam tempurung lututnya di bawah meja. Lututnya yang rematik.
Menjadi seorang pekerja konstruksi yang gagah perkasa, dia tidak menjerit apalagi menangis, hanya memejamkan mata dan berusaha mengendalikan rasa sakit.
Sama sekali tidak berhasil.
Mengucapkan kata 'permisi' dengan lirih, dia mencoba ke kamar kecil sebelum lututnya menyerah.Â
Dia hampir berhasil.
***
Semuanya dimulai pagi itu. Istrinya bersikeras agar mereka menjadi tamu makan malam teman sekamar kuliah lamanya di sebuah restoran gourmet. Artinya, untuk menyelesaikan kewajibannya di tempat kerja, tidak ada makan siang.
Ketika dia sampai di rumah, hampir tidak ada waktu untuk berganti pakaian dan kemudian bergegas ke restoran agar sampai ntepat waktu.
Semuanya dimulai dengan buruk. Mereka tidak menyajikan bir, hanya anggur.
Restoran itu memiliki lantai ubin. Bagus untuk menjaga kebersihan, dan dia baik-baik saja dengan kebersihan, tetapi hiruk pikuk, saat suara memantul di antara ubin dan langit-langit yang halus, membuat telinganya tuli, karena dalam pekerjaannya terebiasa mendengar suara bising yang konstan.