Kamu adalah orang pertama yang membuat jantungku yang berdebar kencang, darah tertqahan meronakan merah ke pipi. Cowok paling lucu dan keren di sekolah. Saat itu kami berjalan dengan kaki satu sentimeter dari tanah tetapi kamu terbang lebih tinggi dari siapa pun.Â
Mata cokelatmu yang entah bagaimana seperti melihat kemungkinan jauh di luar pandangan kami, senyuman yang memeluk dunia meskipun tidak diragukan lagi semua orang diam-diam yakin seperti aku bahwa itu ditujukan hanya untuknya. Di hari-hari tanpa beban itu, kamu menjalani hidup lebih ringan dari siapa pun.
Ingat sulap itu? Permen karet biasa dari tangan ke mulut. Kamu tidak pernah ketinggalan mungkin karena kamu tidak pernah peduli apakah kamu melakukannya atau tidak.
Bermain menjadi pekerjaan. Kami berputar menjauh satu sama lain dan tahun-tahun berubah menjadi dekade. Tapi bayanganmu itu tetap ada di benakku, tidak berubah, menghibur. Lalu hari ini di sanalah kamu , secara tak terduga, sekilas terlihat di jalan, kembali dari kemungkinan tak terbatas yang membawamu.
Dan aku melihat bahwa kehidupan dan waktu telah meninggalkan tanda padamu.
Garis di sekitar mata yang telah kehilangan tatapan tanpa batas itu. Alis yang berkerut menggantikan senyum itu. Kakimu kokoh menancap di tanah. Mencerminkan tahun-tahun yang telah berlalu.
Dan aku ingin memberimu permen karet dan memohon agar kamu menunjukkan kepadaku bahwa kamu masih bisa melakukan sulap bodoh itu.
Bandung, 26 Januari 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H