Tanganku gemetar saat aku membuka pintu depan rumah mereka. Apakah suaraku ikut bergetar saat aku berteriak, 'Halo, aku di sini!'?
Dia ada di dalam rumah. Rasanya hampir tidak bisa dipercaya. Akhirnya aku bisa bertemu dengannya.
Saat aku masuk, Khalil menyambutku dan menyodorkan secangkir teh hangat yang masih mengepulkan uap. "Sebaiknya minum teh dulu. Pasti capek setelah delapan setengah jam di jalan."
Dengan penuh syukur, aku menggenggam cangkir, menyesapnya, dan melihat sekeliling. "Di mana dia?"
Khalil tersenyum. "Di atas. Ayolah."
Aku mengikutinya ke kamar tidur dan menatap buaian saat Khalil tersenyum padaku. "Itu dia, Bu. Puti Dinda Khalila, cucu pertama Ibu."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H