"Belum."
Bibir bawahnya bergetar dan dia mencengkeram jari-jariku. Sarung tangan bertemu sarung tangan. Tulang melawan tulang.
Kami berjalan kembali ke pintu geser yang mengayunkan rodanya hingga terbuka dan berderit sakit di atas alur yang lupa dilumasi, kembali ke kerumunan yang ramai.
"Jangan ucapkan selamat tinggal," katanya, "Pergi saja."
Suaranya yang lembut, lebih lemah, dan semakin surut. Aku bersandar padanya. Bibir kami bersentuhan sebentar, mata kami terpejam rapat. Lalu aku menjauh diam-diam, zig-zag melalui kabel merah yang terkulai sedih di antara tiang-tiang perak.
Berhenti di gerbang, mengamati kerumunan dan melihatnya. Dia berdiri sendirian di samping pilar, wajahnya buram, tangannya terlipat di dadanya. Tampilan terakhirnya.
Lalu aku melintas keluar gate, ke dunia tanpa dia.
Bandung, 24 Januari 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H