Aku suka makan tomat. Tomat mengingatkanku tentang apa yang bisa dilakukan manusia. Tumbuh dari benih, berbunga, berbuah, tomat memberi kedamaian saat aku menyiangi mereka.
Mereka bertanya kepadaku bagaimana agar mereka bisa melayaniku.Â
Aku menjawab, "Kalian tahu apa yang bisa kalian lakukan untuk melayaniku."
Istriku telah membuat nasi goreng seafood. Aku harus mengakui bahwa aku lemah terhadap mentega dan sotong.
Di gudang, aku menepuk-nepuk mesin bajak tanganku. Seperti anjingku, aku menyelamatkannya. Mereka berdua setia seperti tomat.
Aku mengelilingi diriku dengan kesetiaan. Itu membuat hidup menjadi baik.
Tanaman tomat memberikan sumbangan tanpa pamrih untuk kehidupan orang lain, menikmati hari yang cerah, malam yang sejuk. Ketika mereka selesai dengan hidup mereka, maka mereka layu. Mereka hampir tidak merasakan ketika aku menarik mayat mereka dan melemparkannya ke hutan di belakang taman. Di sana mereka berbaring, dengan ingatan samar-samar tentang lebah yang berbagi hidup dengan mereka.
Namun demikian, secara mental, sayangnya, aku cenderung rusak.
Aku menolak minum obat kecuali yang aku bikin sendiri.
Untuk terapi, aku memandikan dan mengeringkan itik serati jantan peliharaanku.
Itik serati adalah burung yang jorok. Dia bersenang-senang dalam lumpur. Pasangannya yang bersih membuatnya terlihat kotor.
Mereka punya banyak bayi berupa telur. Aku menculik dan memakannya.Â
Itu juga bagian dari terapiku.
Bandung, 21 Januari 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H