Tak seorang pun selain Yusuf yang bisa melihat balon-balon itu. Warna bernoda tembus pandang terayun-ayun di udara.
Setiap orang punya satu. Orang dewasa, anak-anak, bayi. Balon merah ibunya kempis seperti tomat yang dijemur dan tergantung lemas di pergelangan kaki kirinya.
 Di supermarket, Yusuf berpura-pura menjadi supir, sebelah kaki di atas penyangga troli, menggunakan palang dorong untuk berbelok di sudut lorong. Biasanya, ibunya menariknya pergi dan menyuruhnya untuk bersikap baik. Hari ini, dia mengambil kembang kol yang terbungkus palstik vakum dan menatapnya seolah-olah benda itu berasal dari planet lain di pusat galaksi.
Rumah mereka dekat dengan pantai. Biasanya dia mengajak anjingnya jalan-jalan. Yusuf mengejar anjing itu di sepanjang pasir dan balonnya mengikuti jejaknya. Dia berlari ke arah ombak, tertawa saat busa menggelitik jari kakinya. Saat mereka sampai di rumah, balonnya sebesar pesawat makhluk luar angkasa.
Ibunya mengambil kantong sampah dan membersihkan pantai.
Ibu Misra memberi mereka pekerjaan rumah tentang samudra. Dia bertanya apa yang mungkin ditemukan di laut. Ikan, lumba-lumba, kepiting, hiu. Rumput laut? Karang? Dan kerang. Dan gurita. Dan perahu. Dan pesan dalam botol. Yusuf mengatakan selalu ada kantong plastik yang hanyut dibawa ombak.
Mereka pergi ke toko tempat orang-orang memasukkan makanan ke dalam kantong tas yang dibawa dari rumah. Yusuf memasukkan nasi putih ke dalam kotak Tupperware dan menggeser kotak itu ke atas timbangan. Mereka pergi ke toko lain untuk membeli sayuran dan satu lagi untuk membeli minum yang dipompa ke dalam tumbler yang dibawa dari rumah. Ibunya memasukkan semuanya ke dalam lemari di rumah dan balonnya kembali terombang-ambing di atas kepalanya, setidaknya untuk sementara waktu.
Dia berbicara dengan tetangga mereka tentang toko isi ulang dan tetangga mengatakan itu seperti mundur ke masa lalu. Ibunya mengatakan semuanya lebih baik di masa lalu. Yusuf berpikir itu pasti berarti sebelum dia lahir.
Dia mendongak untuk melihat balonnya telah menyusut menjadi bola seukuran apel.
Sabtu, mereka berjalan di pantai lagi. Yusuf mencoba untuk mengambil tangan ibunya seperti dulu ketika dia masih kecil, tetapi ibunya sibuk menyambar bungkusan yang berserakan dengan capit penjepit sampahnya.
Yusuf berjongkok karena dia melihat beberapa cincin kaleng minuman soda setengah terkubur di pasir. Saat dia mencoba mengambilnya, ibunya membentaknya seperti yang dia lakukan saat Yusuf menjadi supir troli supermarket.
Menjelang tidur, dia bertanya pada ibunya, apakah dia lebih bahagia sebelumnya.
"Sebelum apa?"
"Sebelum ada aku."
Ibunya memeluknya erat-erat dan bertanya mengapa dia bisa memikirkan itu. Dia menjelaskan dan dia memeluknya lagi.
Saat dia tertidur, balonnya menangkap tetesan cahaya bulan yang jatuh menembus tirai jendela.
Lain waktu mereka pergi ke toko isi ulang, Yusuf bertanya kepada wanita di konter, apakah ada isi ulang untuk semuanya.
"Hampir semuanya," jawabnya. "Kamu mau mengisi ulang apa?"
Yusuf menggigit bibirnya dan kembali menatap ibunya.
"Apakah di sini ada sesuatu untuk mengisi ulang balon?"
Bandung, 20 Januari 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H