Teriakan Miko bergema di udara. Olahraga ekstrei selalu menjadi miliknya, bukan Tiwi. Rasa lega membanjiri gadis itu saat dia mendarat di tanah yang kokoh di sisi lain. Dia belum dicairkan menjadi makanan laba-laba, dan tidak hancur berantakan seperti semangka di dasar ngarai. Melepaskan sulur pohon anggur, dia jatuh di rerumputan yang lembut.,
Untunglah, dia baik-baik saja.
Pandangannya melayang ke laba-laba di sisi lain tepi jurang. "Hei, aku ingin melihat kalian mencoba melompati yang itu!"
Zaki tersenyum dan mengulurkan tangan untuk membantu Tiwi  berdiri. Pancaran kemenangan berpendar di matanya yang  biru saat rambutnya yang gelap dan liar acak-acakan oleh angin.
Berdiri agak terlalu dekat ke tepi, Miko berteriak, "Gue belum tahu siapa kalian, tapi gue pasti nyariin di Google kalau udah dapat sinyal. Tungguin aja, sucker!"
Lengannya yang kuat melingkari pinggang Tiwi, membuat jantung gadis itu berdebar kencang. "Sombong dikit menyenangkan juga."
Tiwi tersenyum, meremas pundak Miko. "Ayo. Ayo pergi."
Dia memusatkan seluruh tenaganya untuk berjalan lurus ke depan dan menolak untuk melihat apa pun yang mungkin ada di pepohonan. Memikirkan sesuatu yang menggeliat membuatnya bergidik. Tak ayal dia mengamati sekeliling. Hanya ada rimbun  hutan hijau. Tidak ada tanda-tanda laba-laba, tetapi itu tidak berarti makhluk itu tidak mungkin berada di suatu tempat di sana, bersembunyi di semak-semak. Memikirkan itu membuatnya dan meraih lengan Zaki.
Cowok itu menepuk punggungnya. "Mari kita coba cara ini. Kita tidak bisa membiarkan laba-laba menghalangi kita menemukan air."
Miko menyenggol bahunya. "Hei, Tiwi. Gimana tenggorokanmu?"
Tenggorokan? "Hah?"
"Lu tadi menjerit banter banget." Miko memasang ekspresi khawatir, tapi Tiwi bisa melihat kilatan geli di matanya. "Kalau lu mau, gue bisa bikin api unggun lagi."
Tiwi jadi ingin bunuh diri karena bertingkah begitu lemah. Apa yang akan dipikirkan Miko? Baiklah. Mulai sekarang dia akan menyalakan mode Lara Croft dan memamerkan setiap keterampilan menyerang makam harta karun. Lagi pula, Dia sudah menonton semua serial India Jones.
Dia harus berperan sebagai karakter tokoh wanita yang berani, dan meninju bahu Miko. Miko menyukai cewek yang imut, tapi dia juga menyukai gadis yang punya nyali. Keberanian yang dulu dimiliki Tiwi ketika dia masih tomboi dan tidak punya masalah beradu cepat memanjat pohon dengan keduanya'
"Nggak mungkinlah! Aku kan cuma bercanda." Aku mendorong melewati Jack dan menginjak beberapa daun hijau dan ungu yang sangat besar. "Katakan apa. Aku bahkan akan memimpin."
"Tangguh, strong, nggak kenal takut. Nah, itulah Tiwi yang gue kenal," kata Miko.
Lara Croft on the way!
Tiwi mendaki melalui pakis setinggi tiga meter dan rerimbunan daun berbentuk oval raksasa, dan akhirnya menemukan cara untuk menyeberang kembali , tanpa melewati celah besar di ngarai. Saat trekking melalui hutan, dia menghirup udara asin.
"Cium baunya, nggak? Kita kembali ke laut."
Dia tersenyum mendengar suara gemericik air menggema dari sebelah kanan mereka. Dia menjulurkan leher, menyibak daun besar dan mengintip melalui bunga raksasa yang sedang mekar. Jantungnya berdegup kencang. Ssungai yang luar biasa Berliku-liku jauh ke dalam hutan hujan tropis.
Air jernih menetes di atas bebatuan yang tertutup lumut. Ikan kecil berwarna merah dan biru---berukuran normal, syukurlah---berenang ke sana kemari. "Saksikan berikut ini!"
Zaki memberinya tos.
Miko menyeringai, mengangkat tubuh Tiwi dan mengayunkannya berputar-putar. Tiwi merasa kepalanya pusing saat Miko menurunkannya---dan bukan hanya karena diputar-putar.
Tanpa membuang waktu, Miko berlutut dan menangkupkan air dengan tangannya, lalu meneguknya sepuasnya.
Zaki mengangkat tangan. "Tunggu! Bukankah kita harus merebusnya dulu? Mungkin kita bisa menggunakan batok kelapa atau semacamnya."
Jejak-jejak binatang kecil berlumur berjajar di tepi sungai. Tiwi menunjuk ke bawah. "Lihat. Ada jejak kaki di mana-mana. Jika hewan-hewan ini meminumnya, maka itu pasti aman."
"Gue nggak kenal jejak ini," kata Zaki , mempelajari jejak-jejak di lumpur.
"Karena dalam lumpur." Tiwi menciduk segenggam air dan membiarkan cairan yang segar itu mengalir ke tenggorokannya yang kering. Lalu dia membasuh mukanya.
"Biar aman, mungkin kita masih harus merebusnya," kata Zaki.
Tiwi memberinya tatapan putus asa. "Baiklah, tapi aku sangat meragukan ukuran laba-laba itu ada hubungannya dengan sungai ini. Ini adalah penemuan yang luar biasa."
Dia mengangguk. "Ya itu dia. Kita bisa bertahan hingga tiga minggu nggak makan, tetapi hanya tiga hari nggak minum. Dan satu hal lagi... ini bisa jadi Plan B kita. Kita harus punya Rencana B."
BERSAMBUNG
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H