Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Stratokumulus

9 Januari 2023   09:11 Diperbarui: 9 Januari 2023   09:22 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sun Shining Through Tree by Raimund Linke (photos.com)

Awan yang rapuh membiarkan matahari pagi menghangatkan kamar mandi, tetapi tidak ada yang terasa hangat.

 "Kamu kok lama amat sih, Put? Gara-gara kamu kita semua telat!" suara teriakan mendinginkan udara.

Aku melangkah dari satu kaki ke kaki lain di lantai yang sedingin arena seluncur es mal PVJ. Pasta gigi yang berpasir dan halus terasa dingin dan manis.

Tapi suara dingin Nadia tidak halus dan manis saat dia berteriak lagi, "Kamu akan membuat kita terlambat ke sekolah!"

Mulut penuh buih menghalangiku untuk menjawab. Dengan cepat aku mengingat daftar kegiatan dalam benakku: keramas, kotak pensil dalam tas, berpakaian, tas sekolah dikemas, gigi. Selanjutnya, kaus kaki dan sepatu.

Aku mengikuti ritual harian, tetapi hoodie yang harus kupakai hari Senin masih dicuci. Aku tidak siap untuk menghadapi sekolah hari ini tanpa mengenakannya. Namun apakah aku pernah benar-benar siap?

Setiap hari ada saja masalah. Masalah di meja makan, ulangan bahasa, Jihan marah dengan Evelyn, Evelyn bertengkar dengan Jihan, ulangan bahasa, masalah di meja makan.

Ada hari-hari aku melakukannya dengan benar. Ada hari-hari aku mengikuti ritual pagi dengan mudah dan pakaianku benar. Ritual keberuntungan ditambah pakaian keberuntungan sama dengan hari keberuntungan.

Beberapa hari Jihan sakit dan Ibu Ira lupa memberi kami ulangan. Hari keberuntungan: hari yang sempurna.

Aku menarik kaus kaki, menggulungnya, menariknya ke atas. Saat mendongak, kaka perempuanku ada di ambang pintu. Lidahnya siap mengirisku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun