"Menurutmu apa yang terjadi pada orang-orang dalam mimpi ketika pemimpi terbangun?" Dorinta bertanya.
Eriel memikirkan pertanyaan itu, dan menatap Dorinta. Gadis itu pucat dan ramping, dengan rambut hitam panjang, mata gelap, dan logat yang tidak bisa dia tentukan asalnya. Mereka sedang duduk di kafe favoritnya, menyeruput kopi.
"Yah ..." katanya, memikirkannya. "Tidak ada 'orang' seperti itu. Itu semua hanya dalam imajinasi si pemimpi. Jadi tidak ada mereka untuk terjadi sesuatu, jika kamu mengikuti."
"Opini yang menarik," kata Dorinta, netral. "Dan apa yang Anda lakukan untuk hidup?"
"Untuk mencari nafkah," katanya, dan segera menyesal karena mengoreksi kesalahan kecil itu. "Saya seorang profesor. Matematika: logika, dan probabilitas."
"Seorang ahli logika? Hebat sekali. Jadi, jika Anda meninggal dalam mimpi Anda lalu Anda meninggal dalam tidur Anda, lalu jika Anda meninggal dalam tidur Anda, apakah Anda mati dalam mimpi Anda?" dia bertanya, berirama, seolah-olah itu adalah sebuah puisi.
Eriel teralihkan oleh iramanya, tetapi dia mengurai kalimat itu dan berkata, "Tidak. Tidak, itu tidak masuk akal. A menyiratkan B versus B menyiratkan A. Kebalikannya, tidak sama dengan proposisi aslinya."
"Berbicara, seperti dalam percakapan?" Dorinta bertanya.
"Tidak juga," kata Eriel, tetapi dia bertanya-tanya apakah mereka memiliki akar yang sama. Mungkin dia bisa mencarinya. Dia meraih pinselnya, tetapi menyentuh lengannya tak sengaja dan bertanya, dengan logatnya yang tak tertebak, "Dan di mana Anda mengajar?"
Eriel berpikir, tetapi tidak begitu ingat. Dan di mana tepatnya mereka? Dan siapa dia? Eriel merasa mendengar alarm, dan mulai berusaha untuk bangun.
"Jadi, profesor," kata Dorinta dengan sedikit penekanan. "Ini dia, kita sedang bercakap-cakap. Misalkan Anda pikir Anda sedang bermimpi, dan Anda mencoba untuk bangun. Apakah Anda yakin akan menyukai apa yang Anda temukan? Mungkinkah seseorang meneinggal dalam tidurnya, tetapi terus hidup dalam mimpinya? Beranikah Anda bertaruh?" Dan Dorinta mendorong cangkir kosong kepadanya sambil tersenyum.
Eriel terdiam sejenak untuk berpikir. "Tampaknya bodoh mengambil risiko," akhirnya dia berkata padanya, dan menuang kopi lagi untuk dirinya sendiri.
Bandung, 2 Januari 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H