Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Terdampar di Perut Bumi - Buku Satu: I. Terdampar (Bab 29)

2 Januari 2023   20:44 Diperbarui: 2 Januari 2023   21:12 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok. pri. Ikhwanul Halim

Miko dan Tiwi menuruni jaring tebal sutra. Zaki berjongkok dan Tiwi melompat ke punggungnya, menempel padanya dengan erat. Dia menempelkan pipinya ke punggung Zaki telanjang dan mengatupkan gigi.

Kalau laba-laba menyerang, dia tidak akan kalah tanpa perlawanan. Dia akan memukul sebanyak yang dia bisa sebelum mereka memangsanya.

Ketika Zaki maju selangkah, laba-laba bergegas mundur, sama seperti sebelumnya. Zaki melemparkan kemejanya ke Miko yang tanpa sengaja mengenai wajahnya. "Pake itu. Baunya bikin laba-laba minggat," kata Zaki.

Miko melambai-lambaikan kemeja bau itu ke depan dan ke belakang seperti busur raksasa. Laba-laba mengeluarkan paduan suara mencicit bernada tinggi dan menjauh, menyebar ke segala arah dan membukan jalan untuk mereka.

Tiwi berpegangan pada bahu Zaki saat mereka berjalan perlahan melewati lautan hitam laba-laba yang mendesis marah. Sesuatu menyentuh pergelangan kakinya, dan dia menendang sekeras mungkin, membuat laba-laba sebesar bola kaki jatuh ke semak-semak di dekatnya. Tiwi tahu salah satu dari pengisap darah itu bisa menguras nyawa mangsanya, mungkin dalam hitungan milidetik. Setiap menarik napas Tiwi merasakan dadanya sesak. Di depannya tampak pemandangan terindah di dunia: lantai hutan.

Zaki berlari menerobos semak-semak, kakinya menghentak-hentak di atas dedaunan yang berderak dan ranting yang patah.

Tiwi mencengkeram bahunya lebih erat, belum berani untuk turun. "Menurutmu mereka akan membiarkan kita lolos?"

Miko mengintip melalui daun palem di belakangnya dan mengerang.

Tiwi menoleh ke belakang. Ada banyak laba-laba. Dia menyadari dia harus turun supaya Zaki bisa berlari lebih cepat. Rasa dingin yang menggigil menyelimutinya saat dia terguncang-guncang di punggung Zaki.

Zaki berbalik dan menepuk bahunya, matanya berkilat ketakutan. "Lari!"

Biasanya Zaki berkata-kata dengan bijak. Jika dia panik, berarti situasinya serius. Zaki biasanya super kalem.

Perut Tiwi bergejolak. Dia memaksa otot-ototnya untuk beraksi, berlari melewati pakis, melompati batang kayu dan melesat di antara batu-batu besar yang tertutup lumut. Napasnya terengah-engah saat melaju ke depan, tidak berani melihat ke belakang lagi. Telinga menangkap desisan aneh, suara kicau dari hutan di belakangnya, dan itu membuat tulang punggungnya bergetar.

Tiwi berhenti mendadak ketika melihat celah yang dalam di tanah. Dia mengintip ke kiri, lalu ke kanan. Lubang itu lebarnya beberapa kaki, terbentang sejauh yang bisa dilihat. Jika merteka bisa melompati itu, dia dan teman-temannya akan aman dari pantat jaring berdarah dingin. Tidak mungkin laba-laba mengikuti kami melintasi jurang.

Tiwi melirik dari balik bahu. Kaki delapan belum terlihat. Belum. Mundur untuk mendapatkan momentum, dia nmelompat ke depan, melompat sejauh lima kaki ke sisi lain jurang. Miko dan Zaki mengikuti tepat di belakangnya.

Tiwi berlutut untuk mengatur napas. "Kebanyakan laba-laba tidak bisa melompat. Aku pikir kita sudah mengalahkan mereka."

Zaki melihat sekeliling, menilai situasi. "Ayo kembali ke pantai. Kita harus mencari cara untuk keluar dari pulau ini."

Tiwi mengangguk ketika Miko menunjuk. "Ehm, gaes. Tuh mereka pengen ngerasain protein shake manusia."

Yang membuat Tiwi ngeri, semak-semak berbunga merah mulai bergetar dan berdesir saat laba-laba muncul, melompat melintasi celah seperti belalang, tanpa usaha sama sekali. Dia mengutuk dirinya karena keluguannya sendiri. Memangnya makhluk jelek itu akan menyerah begitu saja ketika sarapan sarapan mereka melarikan diri? Astaga!

Mereka melesat menembus vegetasi sehingga pakis dan dahan menampar balik. Setelah beberapa tikungan dan belokan melewati semak-semak dan masuk ke padang rumput kecil, Zaki berteriak agar mereka berhenti. Karena berhenti mendadak, Tiwi nyaris jatuh terjungkal.

Zaki mengangkat tangannya. Napasnya terengah-engah. "Jalan buntu! Jurang!"

BERSAMBUNG

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun