Katanya, keajaiban rekayasa genetika.
Gulma yang bergizi, mengenyangkan, dan enak. Bisa tumbuh di mana saja.
Bisa tumbuh di tundra terdingin, gurun terkering, puncak gunung tertinggi, kawasan kumuh perkotaan.
Tidak perlu perawatan sama sekali. Kamu tidak perlu menyiraminya atau menyianginya. Tidak ada hama yang bisa menghancurkannya. Sumber makanan bagi siapa pun yang memanennya. Mengandung protein, lemak, karbohidrat, dan nutrisi lainnya. Manusia di dunia tidak akan pernah kelaparan lagi.
Aku membencinya. Tidak ada yang meramalkan kemampuannya untuk tumbuh.
Aku tinggal di perkebunan singkong di Penajam Paser Utara, tak jauh dari puing-puing Kota Nusantara.
Singkong tidak lagi tumbuh, kalah dengan gulma liar. Dan gulma telah tumbuh menjadi monster.
Aku tak bisa lagi melihat matahari terbenam saat berdiri di ladangku. Yang kulihat hanyalah tumbuhan hijau tua dan pucuk gulma liar yang runcing.
Aku akan membakar ladangku. Aku bersedia membayar denda dan menjalani hukuman penjara karena membunuh gulma.
Aku tak peduli. Aku ingin tanaman monster itu hengkang dari lahanku. Aku rindu singkongku.
Singkong tidak sempurna, tetapi mereka adalah karunia sebenarnya dari Bumi. Terkadang mereka memberimu apa yang kamu butuhkan. Terkadang tidak.
Itulah hidup dan kehidupan.
Makan dan kelaparan.
Bandung, 1 Januari 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H