Gumpalan gelembung awan gemuk bersarang di langit biru. Angin sepoi-sepoi bertiup mengangkat kupu-kupu raja dan bulu dari kembang tempuyung ke segala penjuru.
Miranda Lamia duduk di bawah naungan pohon apel kepiting hias berbintik-bintik dengan buah matang berwarna merah tua. Di sekelilingnya adalah sesama jemaat anggota gereja. Suara lembut pendeta berpadu dengan nyanyian burung yang merdu.
Tiba-tiba kursi yang diduduki Miranda Lamia terguling. Pendeta kaget dan diam membeku di tengah khotbahnya.
Beberapa hari kemudian, Miranda Lamia dimakamkan di pemakaman di seberang jalan, di antara batu nisan miring berlumut yang telah dilihatnya selama berkali-kali di hari Minggu.
Babak selanjutnya dalam hidupnya dimulai.
Bandung, 29 Desember 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H