"Aku ingin tahu ada di mana kau malam ini, Ratna!" teriak Johan sambil berlari ke kamar mandi. "Sialan! Jika kau akan tinggal di sini bersamaku, kurasa aku berhak tahu apa yang kau lakukan di malam hari!"
"Itu bukan urusanmu! Aku baru saja keluar, dan kau harus menerimanya, atau lupakan aku di sini."
Tidak ada yang bisa dilakukan Johan. Dia membiarkan Ratna keluar pada Jumat malam tanpa dia karena Ratna meminta sedikit waktu untuk sendirian. Semuanya akan baik-baik saja jika dia pulang pada jam yang layak. Tapi tidak. Ratna kembali ke tempat tidurnya sekitar pukul tiga, dan bau tuak di napasnya cukup untuk membuat Johan pening.
Lalu ada baju yang dia pakai. Johan ingat persis apa yang Ratna kenakan ketika dia pergi, dan itu bukan yang dia kenakan ketika dia pulang.
Pikiran bahwa Ratna telah bersama lelaki lain menghantui Johan sampai-sampai dia ingin membunuhnya. Dia tahu Ratna telah berselingkuh. Dia bisa mencium bau pada dirinya. Bau yang aneh. Dia mungkin telah mengajak lelaki bajingan pertama yang dia temukan dan membawanya entah ke mana, mungkin ke tempat kerja.
Saat pikiran itu terus mengalir di kepala Johan, Ratna duduk di kamar mandi memandangi kakinya. Siksaan yang tampaknya dialami Johan tidak berarti apa-apa. Luka-luka berdarah di kakinya membuatnya berharap dia tak berbuat salah. Masalahnya, Ratna tidak ingat, dan tidak bisa mengatakan apa pun pada Johan karenanya. Bahkan jika dia ingat, itu pasti bukan sesuatu yang ingin dia ketahui. Darah pasti menjadi penyebab dia mengganti pakaiannya. Dia hanya tidak ingat.
Melayang dalam ingatannya tentang malam itu, hal terakhir yang bisa diingat Ratna adalah berada di suatu pesta. Tapi di mana seharusnya pesta itu, siapa yang membuatnya hadair dengan mudah dan apa yang terjadi setelahnya, semuanya kosong. Bahkan pakaian yang dia kenakan sekarang terasa asing, dan jelas bukan miliknya.
Apakah Ratna ingat atau tidak, Johan tahu dalam benaknya apa yang telah terjadi. Dia tampak begitu sempurna untuknya. Padahal dia telah melakukan kesalahan. Urusan kecil mereka ini sudah berakhir.
***
Begitu sampai di rumah, Bagas mengunci diri di kamar tidurnya dan menggunting topi usang yang diberikan ayahnya menjadi potongan-potongan kecil. Peristiwa hari itu membuatnya gemetar hebat sehingga dia hampir tidak bisa memegang gunting.
Setelah duduk untuk beberpa menit yang terasa sangat lama, dia merasa harus berbicara dengan seseorang.
Berjalan ke sekililing rumah, ibunya tidak bisa ditemukan. Pasti telah pergi ke pasar. Saat itu adalah hari pekan, dan dia pergi ke pasar untuk membeli bahan makanan selama seminggu.
Dia harus mencari orang lain untuk diajak bicara. Nama Kadir yang muncul dalam benaknya.
Dia membenci Kadir, tetapi Kadir bersamanya ketika dia melihat hantu di rumah duka. Mungkin dia bisa membantunya dengan apa yang baru saja terjadi.
Dr. Awang telah membuatnya merasa sedikit lebih baik, tapi dia orang dewasa, dan orang dewasa terkadang berpura-pura mengerti agar anak-anak merasa lebih baik. Selain itu, dia telah berbalik dan kembali ke rumah bahkan sebelum mereka sampai di kliniknya dan mengirimnya pulang sendirian karena suatu alasan yang tidak dia ketahui.
Orang dewasa terkadang sangat aneh.
Butuh banyak keberanian bagi Bagas untuk menelepon Kadir. Lebih dari yang bisa dia kumpulkan seandainya karena alasan lain. Ini penting, dan tanpa ragu-ragu, dia memutar nomor bocah itu.
" Kadir ada?" Bagas bertanya ketika suara seorang wanita menjawab di ujung sana.
"Yah, saya tidak tahu. Tunggu sebentar."
Penantiannya singkat, dan suara melengking Kadir segera meledak di telinganya.
"Ya, siapa ini?"
"Ini Bagas, Kadir. Aku benar-benar ingin bicara denganmu."
Nada tak percaya terdengar dalam suara Kadir. "Bagas siapa?"
"Bagas Purnomo. Boleh aku bicara denganmu?"
"Tentu, silakan. Mengapa kamu bertanya lagi untuk berbicara?"
"Kita tidak bisa berbicara di telepon. Aku merasa tidak enak tentang itu. Bisakah kamu datang ke sini?"
"Yah, kurasa aku bisa, kapan?"
"Sekarang juga!"
"Baik."
Dan Kadir menutup telepon.
Ini sangat aneh. Bagas membencinya. Kenapa dia ingin berbicara dengannya sekarang?
Tak ada ruginya dia datang ke rumah Bagas hanya untuk mencari tahu.
BERSAMBUNG
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H