Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Legenda Sang Perusak (Bab 68)

5 Desember 2022   18:51 Diperbarui: 5 Desember 2022   18:53 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok. pri. Ikhwanul Halim

Pengaturan pemakaman Johar harus segara dibuat. Halida merenung sambil berbaring di tempat tidur dengan perasaan mual karena memikirkannya. Dia tahu dia tidak akan sanggup sendiri. Dia bahkan tidak bisa melihat lemarinya tanpa menangis. Salah satu anak mereka harus melakukan segalanya untuknya. Mereka akan datang beberapa jam lagi, dan merekalah yang akan mengurus pemakaman.

Sekali lagi, menahan air mata membuat tubuhnya bergetar hebat yang menguras kekuatannya yang tersisa.

Mengapa bukan aku saja, mengapa suamiku?

Tentu saja, mengingat usia dan kondisi kesehatannya, kematian Johar bukanlah melawan takdir. Kolega suaminya sudah mempekrkirakan bahwa Johar hanya akan bertahan beberapa tahun, tetapi dokter tidak selalu benar. Mereka bukan dewa. Bagaimana mereka bisa memprediksi kematiannya, dan kemudian hanya duduk dan menunggu hal itu terjadi, sementara dia berjuang dengan setiap daya untuk melupakan hal itu? Itu tidak adil!

Semua dokter bisa masuk neraka atas apa yang telah mereka lakukan terhadap hidupnya. Mereka semua bisa masuk neraka!

Dan kemudian Halida tertidur, dengan gelisah, tetapi mimpinya merupakan pelarian yang menyenangkan. Dalam tidurnya, Johar masih hidup. Dalam tidurnya, segala sesuatunya seperti biasa.

Kemudian, mimpi seminggu terakhir mulai terungkap di depannya. Kuburan, sosok berkerudung, mata besar mengambang di kabut. Semuanya masih sama. Sosok-sosok itu mendekatinya, dan mulai menampakkan diri. Keakraban mimpi itu menghibur dengan caranya sendiri. Bahkan ketika ayahnya membuka kerudung memperlihatkan wajahnya, dia tidak merasa takut. Semuanya baik-baik saja, tetapi tidak diragukan lagi bahwa seharusnya tidak dimaksudkan demikian.

Wajah Johar tiba-tiba muncul saat salah satu sosok berjubah itu mundur, dan jantungnya berhenti. Ini baru. Johar tidak seharusnya berada dalam mimpi ini.

Melihat sekeliling dengan panik, sosok hitam yang hanya dia lihat sebentar sebelumnya datang dari balik kabut bermata. Sosok itu bergerak ke arahnya, semakin dekat, sampai beberapa inci dari wajahnya. Perutnya melilit. Belum pernah terjadi dalam mimpi-mimpi sebelum ini.

Tiba-tiba, sosok itu berbelok ke kiri, dan berjalan lagi ke dalam kabut. Rasa lega menyelimutinya, dan dia mulai melihat sosok-sosok lain yang membuka kedoknya. Halida kembali merasa nyaman, dan rasa takut tidak lagi memeluknya dengan tegang.

Dengan perhatiannya yang sepenuhnya teralihkan oleh pengungkapan sosok-sosok itu, dia gagal memperhatikan sang mata. Benda-benda bulat itu perlahan mulai berputar seperti kabut sebelumnya, bergerak masuk dan keluar dalam pola yang tidak dia sadari. Mata mencapai titik tertentu, dan terus melakukannya dengan mengurangi putarannya, tetapi meningkatkan kecepatannya. Kegelapan mulai tumbuh dari dalam titik ini, kegelapan pekat yang akhirnya menarik perhatian Halida.

Tidak ada yang berhasil lolos dari kegelapan yang terbentuk. Bahkan mata yang tampaknya membentuknya akhirnya terperangkap, dan menghilang selamanya ke dalam kehampaan bagai lubang hitam di ruang angkasa.

Halida mencoba memikirkan penjelasannya, tetapi tidak ada penjelasan untuk ketiadaan yang terus tumbuh menelan segalanya. Sosok-sosok itu mulai tersapu dalam kegelapan, dan menghilang seperti yang terlihat oleh mata. Dia melihat ayahnya dan kemudian Johar terbawa ke dalam kegelapan yang semakin membesar.

Ketika semuanya hilang, kegelapan tidak lagi menyebar. Sekali lagi, Halida merasa lega menyelubungi tubuhnya. Hampir berakhir. Dia bisa merasakan dirinya mulai bangun. Mimpi itu akan segera berakhir, dan untuk kali ini, dia menyambutnya. Terlalu banyak yang terjadi dan kali ini tidak benar. Itu tidak mungkin mimpi yang sama, dia tahu itu.

Namun kegelapan yang lebih besar mulai terbentuk di dalamnya. Sesuatu yang tampaknya mustahil sesaat sebelumnya, tetapi itu terjadi. Kegelapan terbentuk, dan sosok gelap itu segera muncul darinya. Dan kemudian, tepat saat mata Halida terbuka, kursi goyang yang berayun lembut muncul di samping sosok itu.

Apa yang tidak ada dalam pikirannya pada malam sebelumnya sekarang menjadi terlalu jelas baginya. Kejahatan yang adqa di luar pemahamannya akan membunuhnya. Itu akan merenggut nyawanya, dan apapun yang mungkin terkait dengannya. Kejahatan datang untuk merenggut mereka.

BERSAMBUNG

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun