Pengaturan pemakaman Johar harus segara dibuat. Halida merenung sambil berbaring di tempat tidur dengan perasaan mual karena memikirkannya. Dia tahu dia tidak akan sanggup sendiri. Dia bahkan tidak bisa melihat lemarinya tanpa menangis. Salah satu anak mereka harus melakukan segalanya untuknya. Mereka akan datang beberapa jam lagi, dan merekalah yang akan mengurus pemakaman.
Sekali lagi, menahan air mata membuat tubuhnya bergetar hebat yang menguras kekuatannya yang tersisa.
Mengapa bukan aku saja, mengapa suamiku?
Tentu saja, mengingat usia dan kondisi kesehatannya, kematian Johar bukanlah melawan takdir. Kolega suaminya sudah mempekrkirakan bahwa Johar hanya akan bertahan beberapa tahun, tetapi dokter tidak selalu benar. Mereka bukan dewa. Bagaimana mereka bisa memprediksi kematiannya, dan kemudian hanya duduk dan menunggu hal itu terjadi, sementara dia berjuang dengan setiap daya untuk melupakan hal itu? Itu tidak adil!
Semua dokter bisa masuk neraka atas apa yang telah mereka lakukan terhadap hidupnya. Mereka semua bisa masuk neraka!
Dan kemudian Halida tertidur, dengan gelisah, tetapi mimpinya merupakan pelarian yang menyenangkan. Dalam tidurnya, Johar masih hidup. Dalam tidurnya, segala sesuatunya seperti biasa.
Kemudian, mimpi seminggu terakhir mulai terungkap di depannya. Kuburan, sosok berkerudung, mata besar mengambang di kabut. Semuanya masih sama. Sosok-sosok itu mendekatinya, dan mulai menampakkan diri. Keakraban mimpi itu menghibur dengan caranya sendiri. Bahkan ketika ayahnya membuka kerudung memperlihatkan wajahnya, dia tidak merasa takut. Semuanya baik-baik saja, tetapi tidak diragukan lagi bahwa seharusnya tidak dimaksudkan demikian.
Wajah Johar tiba-tiba muncul saat salah satu sosok berjubah itu mundur, dan jantungnya berhenti. Ini baru. Johar tidak seharusnya berada dalam mimpi ini.
Melihat sekeliling dengan panik, sosok hitam yang hanya dia lihat sebentar sebelumnya datang dari balik kabut bermata. Sosok itu bergerak ke arahnya, semakin dekat, sampai beberapa inci dari wajahnya. Perutnya melilit. Belum pernah terjadi dalam mimpi-mimpi sebelum ini.
Tiba-tiba, sosok itu berbelok ke kiri, dan berjalan lagi ke dalam kabut. Rasa lega menyelimutinya, dan dia mulai melihat sosok-sosok lain yang membuka kedoknya. Halida kembali merasa nyaman, dan rasa takut tidak lagi memeluknya dengan tegang.