Zaki berdiri sambil menggelengkan kepalanya. "Apakah kita udah nyeberang ke Twilight Zone atau malah planet yang jauh menembus black hole? Ekstrem banget, deh." Dia mengerutkan alisnya pada Miko dan memeras depan kemejanya dengan kedua tangan, mengirimkan tetesan air jatuh ke pasir.
"Jadi, Wi, menurut lu teori gue benar-benar ngaco?" tanya Miko.
"Maksudmu, seperti pusaran air yang menjadi semacam portal dimensi ruang waktu?" Tiwi tak bisa menahan tawa. "Sorry, Mik, aku nggak percaya yang begituan dari umur lima tahun."
"Gue emang nggak tahu pasti di mana kita berada, tapi gue tahu satu hal," kata Zaki.
"Apa?" tanya Tiwi.
"Kita harus tetap di sini menunggu bantuan."
Melompat berdiri, Tiwi berputar perlahan mengamati. Kerutan di keningnya semakin banyak. Tidak ada orang, tidak ada helikopter, tidak ada tanda-tanda siapa pun yang datang bergegas menyelamatkan nereka. Jangankan rumah, perahu, atau mobil, bahkan tidak ada bekas kelapa yang dikupas dengan parang atau penjual makanan di kios bambu di tepi pantai.
Hutan juga tidak menunjukkan tanda-tanda peradaban. Di mana pun mereka berada, kalau dibuat brosur akan lebih cenderung mengatakan "Surga yang Belum Ditemukan" daripada "Resor Pantai pilihan Wisatawan".
"Di mana orang-orang? Nggak ada sampah, bahkan kaleng minuman, atau tutup botol pun tidak."
Embusan angin kencang meniup rambut Miko yang belum berantakan. "Ya, tempat ini sepi seperti pulau hantu."
"Menurutmu seluruh pulau seperti ini?" Tiwi bertanya dengan alis berkerut.
"Kita nggak akan tahu pasti sampai menjelajahi sisi lain. Mau berburu mencari warteg nggak?" Miko mengulurkan tangan, mengambil kelapa, dan mengocoknya. "Nggak ada gunanya lama-lama di sini, buang-buang waktu aja. Kita perlu cari bantuan."
"Tapi hutan tempat yang mudah untuk tersesat," kata Zaki. "Aturan nomor satu untuk orang-orang yang terdampar kayak kita tetap bertahan."
Tiwi mengangguk. "Aku setuju. Kita harus tinggal di sini untuk saat ini."
Miko  menumbukkan kelapa ditangannya ke batu yang tajam sampai pecah, membelah menjadi dua dan memperlihatkan daging putih susu.
Tiwi selalu takjub melihat betapa cepatnya Miko bisa membelah kelapa. Miko adalah raja peretak kelapa di setiap pantai.
Miko mendongak, mengerutkan kening. "Mengapa menurut lu ide yang bagus nongkrong di sini? Gimana kalau bantuan adanya di sebelah lain pulau ini?"
"Dan bagaimana kalau tidak ada?" tanya Tiwi. "Kita tidak mau ketinggalan pesawat. Ini mungkin satu-satunya kesempatan kita untuk pulang. Meninggalkan tempat ini bodoh, bukan kesempatan yang layak diambil. Kalian melakukan apa pun yang kamu inginkan, tetapi aku tetap di sini."
"Gue juga," kata Zaki.
Miko meraup sepotong buah putih berdaging dan memasukkannya ke dalam mulutnya. "Kalau begitu, sudah diputusin. Kalau kalian tinggal, aku juga. Berpisah ide yang jelek. Gue nggak akan ninggalin dua besties gue."
Zaki menyeringai dan meninju bahunya.
Sambil tersenyum, Tiwi melingkarkan lengannya di pinggang Miko dan mendongak. "Oh, so sweeet."
Miko tersenyum, melingkarkan lengannya di bahu gadis itu. Dia kembali meneguk air kelapa lalu menyerahkannya kepada Tiwi. "Haus?"
"Kamu bercanda? Aku akan menghabiskan semuanya sekali teguk."
Mikeotertawa. "Sisain buat Zaki."
Tiwi menelan air kelapan seteguk dan wajahnya berubah masam. "Eeewww. Pahit!"Lalu menyodorkan buah kelapa di tangannya ke Zaki.
"Yang cokelat tua emang gitu."
Miko memegang batang kelapa dengan kedua tangan. "Gue mesti goyang yang kenceng biar yang hijau jatuh. Yang muda jauh lebih manis dan airnya lebih banyak."
Zaki menyesap air kelapa di tangannya, dan mendongak. "Kita mungkin perlu mendirikan tenda kalau bantuan tidak datang dalam beberapa jam."
"Tunggu ... maksudmu, seperti, bermalam? Di sini? Di pantai pulau terpencil?" Perut Tiwi bergolak. Dia memandang ke arah ombak yang menghantam pantai. "Di tempat dengan dua matahari seperti film fiksi ilmiah? Dengan serangga besar yang terbang di sekeliling kita? Tidak mungkin, Zak!"
Zaki menyentuh bahu Tiwi dan menatapnya dengan lembut. "Terpaksa. Nggak ada pilihan lain, Wi."
BERSAMBUNG
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI