Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Batas-Tak-Bertuan (XV)

4 Desember 2022   15:57 Diperbarui: 6 Desember 2022   18:39 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok. pri. Ikhwanul Halim

Dia tidak menunjukkan tanda-tanda diayunkan ke tempat tidurnya, namun, ekspresi masamnya setegas piring di lambung kapal.

"Kamu tidak akan mengatakan tidak terhadap pesonaku selamanya." Malin terkekeh sampai dia melihat Lalika duduk sendirian di meja tepat di belakang kedua gadis Dunia Barat.

Lalika mencengkeram bahunya. Darah merah mengalir di antara jari-jarinya. Matanya lembap oleh genangan. Ternyata di situlah panah Malin mengenai. Kerambil!

Dia melompati meja, bertekad untuk menerobos para Muka Pucat, menyeberangi jarak lima kaki di antara dia dan Lalika.

"Lalika---"

Jarum, Karung Umbi, dan dua orang lainnya mendekat, menangkap pergelangan tangannya, menekan Malin ke lantai  hingga berlutut. Jika mereka melepaskannya, dia bisa meraih tangan Lalika.

Dia memberontak ke depan dan ke belakang, mengerahkan kekuatan dan ototnya untuk melepaskan diri. Tapi Muka Pucat lebih kuat dari yang terlihat.

Dia masih terus menggeliat memberontak dan mencondongkan tubuhnya ke arah Lalika sedekat mungkin, menggunakan posisi berlututnya untuk menarik perhatian gadis itu. Dia sama sekali tidak peduli jika Muka Pucat memukulinya sampai babak belur.

"Aku akan membuatnya lebih baik. Aku bersumpah. Aku akan membuat semuanya lebih baik." Dia menatap wajah Laika mencari tanda pemaafan.

Lalika diam, lebih tertutup dari sebelumnya, menghilang dalam lipatan mantel besarnya, menatap meja segi enam. Tidak berkedut, tidak bergerak sekali pun. Dia tidak akan melirik ke arah Malin atau pada hal-hal buruk lainnya yang terjadi di kedai, terpesona oleh meja terkutuk itu. Kayu batang nyiur tidak pernah semenarik itu. Malin harus melakukan sesuatu.

Selain keempat penculiknya, ada sepuluh Muka Pucat lainnya yang berkerumun di dekat pintu masuk. Salah satunya membawa pelontar tombak Musashito disampirkan di bahu. Sembilan lainnya masih bergelut dengan teriak dan protes dari warga Langkaseh. Seolah-olah makhluk aneh, mereka bergerak sebagai satu tubuh, berdesak-desakan, menabrak, membelok ke satu arah lalu ke arah lainnya. Ketika tubuh mereka terbelah, di cengkeraman para Muka Pucat dari Dunia Barat, diikat seperti penjahat, penghuni lain dari penghuni dermaga Langkaseh: Dikker, Mantir, dan Rina'y. Meringis dan melolong dengan pisser di pelipis mereka, teman-teman Malin mendapatkan tendangan di perut masing-masing mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun