Sebelum Awang sepenuhnya keluar dari mobilnya, Bagas emmeluknya dan menangis sedemikian kerasnya hingga mengguncang tubuh Awang.
"Apakah kamu baik-baik saja, Nak?"
Jelas Bagas sedang tidak baik-baik, dan Awang ingin menampar mulutnya sendiri untuk pertanyaan bodohnya yang kedua. Anak laki-laki itu telah melihat sesuatu, dan itu berasal dari rumah duka.
Bagas terus menangis, dan dengan sedikit usaha, Awang mengangkatnya dan membawanya ke dalam rumah.
Ketika dia mencoba untuk menurunkannya, rasanya tidak mungkin. Bocah itu menjepitnya seperti catok. Kekuatan yang dimiliki seorang anak kecil yang ketakutan sungguh luar biasa.
Kira-kira satu jam kemudian, Awang menelepon ke klinik untuk memberi tahu mereka bahwa dia tidak akan masuk sampai jam sebelas. Bagas baru bisa tenang meski belum bisa berbicara. Kuntum datang dan pergi lagi.
Halida sangat terguncang dengan kematian Johar, dan Kuntum berusaha menghiburnya sejak pukul lima tiga puluh pagi itu. Istri psikiater itu entah bagaimana merasa kematian Johar adalah salahnya, dan terus menggumamkan sesuatu tentang kursi goyang.
Pagi itu adalah pagi yang aneh dan menegangkan. Kematian Johar saja sudah cukup membuatnya terguncang, tetapi pulang dari sana untuk menemukan Bagas ketakutan setengah mati di halaman samping, rasanya terlalu berlebihan.
Beberapa minggu terakhir ini terasa seperti drama lakon ruamh sakit jiwa dan Awang mulai bosan.
Sesuatu akan terjadi cepat atau lambat, dan dia masih tidak begitu yakin bahwa itu bukan dia yang menjadi penyebabnya.
"Bagas, bisakah kamu memberitahuku apa yang  kamu lihat di luar sana?"