Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Terdampar di Perut Bumi - Buku Satu: I. Terdampar (Part 20)

27 November 2022   16:07 Diperbarui: 27 November 2022   16:09 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Splash!

Ketika hiu itu menyerang, Tiwi merasakan dadanya dihantam dengan telak, seperti ketika dia bermain sepak bola dengan para cowok. Dia tenggelam beberapa kaki di bawah permukaan dan melihat kilatan perak liontin dan cincinnya tenggelam ke dasar laut di bawahnya. Rasa sakit menyebar ke seluruh tubuhnya, dan kemudian air asin masuk ke dalam mulutnya. Dia tersentak dan mulai menendang dan mengayunkan lengan. Akhirnya dia muncul di permukaan, terbatuk-batuk mengeluarkan air.

"Wi, lu baik-baik aja?" tanya Miko dan rahangnya mengeras.

"Tiwi!" teriak Zaki, matanya terbelalak.

Dada Tiwi naik turun berusaha menghirup udara sebanyak-banyaknya.

"Aku baik-baik saja... kurasa. Ada apa dengan hiu-hiu ini? Mereka terus berenang di sekitar kita dan menabrak kita. Kenapa mereka tidak memakan kita aja?" kata Tiwi sambil bergidik. "Bukannya aku pengen dimakan, sih."

"Mereka tidak tahu siapa kita," kata Zaki. "Mereka penasaran. Begitulah caranya hiu mencari tahu."

Setiap cerita hiu mengerikan yang pernah didengar atau dilihat Tiwi di Syfy Channel tentang hiu raksasa berputar di kepalanya. Dia melirik sirip punggung yang berputar-putar di permukaan. "Kita harus berenang melewati mereka. Ini satu-satunya kesempatan kita... atau kita mati!"

"Lu nggak perlu ngomong dua kali," kata Miko.

Dengan tendangan sekuat tenaga, Tiwi lepas landas membelah air. Seekor hiu muncul dari air dan berenang ke arahnya dengan mata hitamnya yang seperti kancing, sirip besar dan insang yang melebar. Ekor raksasanya membelah air dengan gerakan perlahan dari sisi ke sisi. Tiwi merencanakan untuk lebih dekat dengan banyak makhluk laut saat berlibur, tetapi pertemuan dekat dengan mesin pembunuh alami yang paling efisien bukanlah salah satunya.

Rahangnya yang mengerikan terbentang terbuka, memperlihatkan tiga baris gigi setajam silet. Jantung Tiwi berdetak dua kali lebih kencang---bukan dua kali, tapi tiga---saat dia menatap tak berdaya tepat ke rahang makhluk itu. Matanya melebar saat dia menjerit panjang dan memukul. Tubuh hewan itu melengkung ke atas dan kemudian membanting keras kembali ke laut. Pusaran air melesat tinggi di udara, dan kemudian menghujaninya. Dorongan air menciptakan gelombang kuat yang menggoyangnya bolak-balik. Dia tersentak saat monster itu menghilang ke kedalaman laut.

"Jangan bergerak, Wi!" teriak Miko. "Naluri hiu mengejar binatang yang ketakutan, yang melarikan diri. Gue akan memancing dia dengan berenang menjauh."

Tiwi mencengkeram lengan Miko dan menggelengkan kepala. "Itu ide gila."

"Nggak mungkin! Berhentilah jadi idiot, Mik!" kata Zaki. "Kalau hiu yang itu nggak makan lu, yang lain yang gigit lu."

Miko melepas kalung gigi hiunya dan memegangnya seperti belati. "Kalau perlu gue tusuk mata si hiu sialan dengan salah satu gigi pakliknya!"

Teriakan ketakutan Zaki membelah udara. "Miko, jaangan gila. Balik sini!"

"Gue yakin gue akan berhasil," gumam Miko sambil mengejar makhluk itu.

"Jangan!" Tiwi berseru.

Zaki kembali berteriak meminta Miko kembali, tapi Miko sudah menyelam dan menghilang.

Kilatan biru-abu-abu meluncur di bawah Tiwi. Dia mencondongkan tubuh ke depan di dalam air, mengamati kedalamannya. Dengan kecepatan tinggi, bayangan besar itu meluncur ke arahnya. Jantungnya bergejolak. Kematianku sudah dekat, pikirnya. 

Mulut besar hewan itu ternganga, memperlihatkan gigi-gigi yang menakutkan. Mulutnya begitu besar sehingga dia bahkan tidak perlu mengunyah. Aku akan dimakan sekali telan, kata Tiwi dalam hati.

Tiba-tiba, makhluk biru-abu-abu menyembulkan kepalanya dari air, memercikkan tetesan ke wajah Tiwi. Membuka mulutnya yang besar, ia mengeluarkan suara mencicit dan serangkaian suara berderak, seperti seseorang mendecakkan lidahnya.

Seketika Tiwi mengenali hewan itu sebagai binatang yang ramah, Tiwi menghembuskan udara yang tertahan di paru-parunya. Dia terkikik lega. Itu bukan hiu, tapi lumba-lumba hidung botol.

Miko berenang ke arahnya. Teriakannya yang nyaring membelah udara. "Hiu yang gue kejar udah lari entah ke mana."

BERSAMBUNG

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun