Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Kasus Sang Harimau (Bab 59)

20 November 2022   12:00 Diperbarui: 20 November 2022   11:59 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok. pri. Ikhwanul Halim

"Tapi aku memang pergi ke sana," aku menjelaskan kepada Joko, "dan menerima peringatan yang ramah dan baik hati dari Kujang. Dia bilang kalau aku tidak berhenti mencari David, aku akan mendapat masalah. Tampaknya dia sungguh-sungguh."

"Kujang sepertinya anak yang pintar," kata Joko, dan dia menoleh ke Ratna. ""Apakah dia satu-satunya kontak Anda dengan orang-orang ini?"

"Iya," jawab Ratna. "Aku sama sekali tidak tahu kalau ada orang lain lagi."

"Dan kamu belum pernah mendengar alasan mengapa itu bisa terjadi?"

"Tidak ada sama sekali, aku takut." Mimiknya menunjukkan penyesqalan. "Aku rasa aku telah merepotkan banyak orang, tapi ... aku hanya melakukan apa yang tampaknya menjadi satu-satunya cara untuk membantu David. Kamu tahu, aku mengenalnya dengan baik: dia adalah tipe orang yang terlibat dalam bisnis seperti itu dan kemudian dijadikan kambing hitam."

Aku berpikir dengan sinis bahwa betapa bodohnya wanita yang sudah berhasil menyaber gelar Peneran Wanita Terbaik dalam ajang kompetisi insan film ini, tetapi bukan aku yang bertunangan dengan David.

"Kamu tahu bagaimana dia bisa terlibat?"

Ratna tampak ragu-ragu. "Karena barang yang dicurinya ... apa pun itu."

"Dan bagaimana dengan kaleng tembakau di atas meja itu?" tanyaku. "Kamu bilang David yang memintamu untuk mengambil foto itu. Apakah itu benar?"

'Tidak, aku disuruh Kujang. Tapi ceritanya panjang."

Lebih baik kamu ceritakan sekarang."

Joko termenung sambil mengelus dagu.

"Maksud Anda," katanya perlahan, "bahwa dia hanya menyuruh Anda memotret kaleng tembakau dan isinya, dan mengirim cetakannya ke toko di Kemang?"

"Iya," jawab Ratna. "Untuk Rusty."

'Kenapa?' tanya Joko.

"Jujur, aku tidak tahu," jawab Ratna. Dia terdengar lelah dan putus asa. "Aku tahu ceritaku terdengar sangat tidak masuk akal, dan aku tahu aku bodoh."

"Anda memang sangat bodoh," kata Joko tanpa basa-basi. "Meski demikian, saya percaya Anda."

Ratna melihatku dengan tatapan mencela. "Yah, sangat berarti buatku."

"Aku hanya berharap kamu memberi tahuku semua ini dari awal," kataku.

"Sekarang aku tahu," katanya. 'Tapi aku takut sama Kujang, dan aku tidak berani memikirkan apa yang mungkin terjadi pada David jika aku memberi tahu orang lain."

Joko mengangguk mengerti. "Saya menghargai bahwa Anda berada dalam posisi yang sangat sulit, Nona Ratna. Tapi Anda seharusnya menceritakan pada Tuan Handaka."

"Aku tahu," kata Ratna, "tapi aku tidak tahu apa yang sedang dilakukan Han, atau untuk siapa dia bekerja." Dia tersenyum masam. "Dan sekarang pun masih sama tidak tahunya."

Joko tersenyum lembut dan menyalakan sebatang rokok lagi.

"Saya mengerti acara Anda tayang di akhir minggu, bukan, Nona Ratna?"

Ratna mengangguk.

"Apakah memungkinkan bagi Anda untuk pergi jauh dulu sebelum itu? Saya ingin Anda menyingkir selama dua atau tiga hari ke depan. Bisakah Anda segera meninggalkan pertunjukan? Mungkin Anda bisa terbang ke Bangkok?"

Ratna berpikir sejenak. "Tidak segampang itu," katanya ragu-ragu.

"Kenapa tidak?" tanya Joko. "Bukankah Anda punya pemeran pengganti?"

"Ya, tapi-"

"Beri gadis malang itu kesempatan," saran Joko tegas. "Atua dia akan menggantikan Anda seterusnya karena sesuatu terjadi pada diri Anda."

Ratna menatap Joko. "Ini serius?"

"Sangat serius. Jika ada yang tidak beres selama beberapa hari ke depan, dan itu bisa dengan sangat mudah terjadi, Kujang akan berpikir keras untuk menemui Anda. Saya tidak ingin hal itu terjadi, Nona Ratna. Saya rasa Anda juga."

Di balik rfiasannya yang tebal, gtampak darah menghilang dari wajah Ratna.

"Tapi bagaimana dengan David?" tanyanya.

'Ini mungkin terdengar sedikit kejam," jawab Joko, "tapi menurut saya, Anda harus berhenti mengkhawatirkan tunangan Anda. Saya meyakinkan Anda bahwa Anda tidak akan membantunya dengan tetap tinggal di sini."

"Sserahkan David padaku," kataku. "Aku akan mengurusnya."

"Baiklah," kata Ratna. "Bangkok, kalau begitu. Aku akan berada di Hilton Sukhumvit kalau kalian membutuhkanku."

Dia mengulurkan tangan kepada Joko. Kemudian mengambil mantel bulunya dan meninggalkan apartemenku dengan santai seolah-olah meninggalkan kantor manajernya.

BERSAMBUNG

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun