"Pengarang selalu punya makna tersirat dibalik kata-kata yang tersurat," katamu, dan aku tidak tahu apa yang membuatmu kesal, jadi aku menyalakan lampu dan menatap matamu.
"Ya, tapi kamu tidak sedang membaca tulisanku. Kamu sedang bicara. Denganku. Dan aku akan membantumu memperbaiki anggapanmu tentang apa yang kumaksud waktu aku bilang 'love you'."
Bunyi mendengus yang kamu buat menyebabkan aku memasang wajah kesal.
"Serius," kataku. "Tidak bisakah menunjukkan cara yang bagus untuk mengakhiri malam? Tidak bisakah kita setuju untuk menjadikan 'love you'Â sebagai ucapan yang penuh kasih sayang? Kata kunci penuh arti di antara kita berdua?"
"Apakah kamu ingin 'itu'?" kamu bertanya, dan, demi Tuhan, aku tidak bisa membaca ekspresimu.
Aku berhenti, lalu mendesah. "Oke, jadi mungkin maksudku 'jangan memulai apa pun'."
Kamu menguap puas, yang kamu hembuskan merayap di udara seperti gas tidur.
"Tapi," kataku, "kata-kata memiliki kelebihan, tafsiran makna. Tidak adil untuk menyematkan 'love you'Â hanya pada satu hal. Tidak bisakah kita bahagia dengan multitafsir makna? Membiarkan menjadi rahasia?"
"Garing," katamu.
"Apa, kamu sebenarnya ingin berhubungan seks? Gitu?"
Untuk sesaat, kupikir aku melihat rahangmu menegang.Â