Selain kilatan petir, Tiwi tak melihat apa-apa lagi. Sekelilingnya gelap gulita. Tangan terus bergerak panik mencari pegangan---apa saja---tetapi hanya ada air.
"Zak!" dia berteriak, tapi tak ada jawaban.
Bunyi meraung memekakkan telinga seperti kereta yang lewat memenuhi telinganya. Tiwi mencengkeram jaket pelampungnya, hidupnya tergantung pada benda itu.
Kilat petir sambar menyambar membelah langit, dan sesuatu yang besar membelah permukaan laut menuju ke arahnya. Kapal? Dia mengerahkan seluruh sisa tenaganya untuk berenang menjauh, tetapi air berputar-putar menyedotnya.
Terbatuk-batuk, kelelahan, tubuhnya yang gemetar berusaha untuk tetap bertahan. Tidak sudi membiarkan arus menyeretnya ke bawah, tapi dia terus berputar, semakin cepat. Tiwi mencoba melepaskan diri dari jeratan pusaran air yang berputar cepat dan bergolak, tetapi gelombang buih bagai rahang besar yang berputar-putar menelannya. Dia merasakan kekuatan luar biasa menyapu dirinya, menariknya ke bawah, lebih dalam dan semakin dalam, berputar ke inti pusat pusaran air yang besar.
Dia terlempar, berbalik, dan berguling di bawah permukaan air. Ini jelas tidak ada dalam daftar "10 Hal Terbaik yang Dapat Dilakukan di Mentawai."
Aku terlalu muda untuk mati, katanya dalam hati.
Sambil menutup mata dan menahan napas, dia berdoa memohon keajaiban.
***
Pusing melanda saat Tiwi berjuang membebaskan diri dari air yang berputar-putar. Paru-parunya bagai terbakar. Mulutnya terbuka untuk berteriak, tetapi malah air asin yang masuk. Gelembuing udara dari paru-parunya meledak mengelilinginya.