"Apa kata rumah sakit? Ketika aku menelepon, mereka hanya mengatakan bahwa dia dalam kondisi kritis dan harus dirawat di ICU."
Bibir Tuan Syarif bergetar. 'Tampaknya dua puluh empat jam ke depan adalah masa kritis," jawabnya. "Tengkoraknya retak dan tulang dada serta lehernya remuk parah."
Aku mengangguk penuh simpati. "Kalau ada yang bisa aku lakukan, Tuan Syarif, jangan ragu untuk menghubungiku."
Matanya yang sayu berkedip. "Anda sangat baik. Kami menghargai semua yang telah Anda lakukan. Kami berdua."
Ketika Tuan Syarif pergi, aku melihat melalui jendela apartemen. Dia berdiri sedih di trotoar, tampaknya tidak menyadari lalu lintas dan orang yang lewat, tidak menyadari dunia di sekelilingnya.
BERRSAMBUNG
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H