Aku merasa sesaat melihat Tuan Syarif mengintip dengan pandangan putus asa ke dapur yang kosong. "Yah, kita bisa bisa mengatasi segera," kataku. "Aku bukan chef, tetapi tahu cara memasak."
'Tidak, sungguh, terima kasih. Saya tidak terlalu lapar."
"Bagai mana dengan secangkir kopi?"
"Tidak, tidak perlu, sungguh...."
"Sungguh kebetulan yang aneh, aku muncul pada saat yang sama dengan kecelakaan Nyonya Ria."
"Memang benar," kata Tuan Syarif sepakat. "Faktanya, ketika dokter memberi tahu saya tentang hal itu, saya berasumsi bahwa Anda sedang dalam perjalanan untuk menemui kami," Â dia menunjuk ke bungkusan piguran foto, "untuk mengambilnya."
Aku menggelengkan kepala. "Sebenarnya, aku sedang dalam perjalanan ke tempat seorang gadis teman lama di Bogor Timur."
"Oh, begitu." Tuan Syarif bagai linglung segara bangkit dengan susah payah. "Yah, saya harus pergi. Dan sekali lagi terima kasih atas kebaikan Anda yang luar biasa."
"Tidak mengapa," kataku.
Tiba-tiba aku teringat sesuatu. "Apakah Kartika tahu tentang kecelakaan istrimu?"
"Saya harus mengatakan sesuatu padanya, tentu saja, tetapi dia tidak tahu seberapa parah."