"Mengapa begitu?" tanyaku.
"Polisi menduga bahwa mobil itu mungkin telah disabotase." Dia menghindari pandanganku dan menatap keluar jendela.
"Tapi mengapa polisi mengira begitu?"
"Saya benar-benar tidak tahu." Nada suara Tuan Syarif terdengar  putus asa. 'Polisi sangat cerdik, Anda tahu. Mereka memberikan info sangat sedikit. Tentu saja, saya telah memberi tahu mereka bahwa itu tidak masuk akal."
Dia menatapku. 'Siapa yang mau mengutak-atik mobil Ria? Benar-benar tidak masuk akal."
""Menurutmu apa yang terjadi?" tanyaku.
'Saya akui sulit untuk menjawabnya." Untuk sesaat senyum bergerigi menghiasi wajahnya yang lesu. "bahwa Ria bukan pengemudi mobil yang handal. Anda tahu, dia agak sembrono. Dia memiliki kebiasaan buruk menyalakan lampu sein kiri dan kemudian berbelok ke kanan. Tetapi hal yang benar-benar membingungkan saya adalah, ke mana dia pergi? Dia hampir selalu memberi tahu saya tentang janjinya, tetapi saya sama sekali tidak tahu ke mana dia pergi kemarin." Jeda sejenak, lalu bergumam ragu-ragu, "Dia tidak mengatakan apa-apa pada Anda di ambulans?'
'Sayangnya tidak. Soalnya, dia baru sadar saat itu. Dia memang menggumamkan beberapa kata, tetapi aku tidak mengerti apa kata-katanya." Bohong seperti ini sangat mudah. "Mungkin dokter bisa membantumu."
"Tidak," jawab Tuan Syarif sedih, "Saya sudah berbicara dengan dokternya. Dia mengatakan bahwa dia tidak mendengar apa-apa."
"Maaf aku tidak bisa membantu lebih banyak," kataku. "Anda mau minum apa? Anda harus minum supaya lebih kuat."
"Eh, tidak. Terima kasih, Tuan Handaka. Saya tidak berani minum, belum sempat sarapam pagi ini."