Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Kasus Sang Harimau (Bab 43)

29 Oktober 2022   17:30 Diperbarui: 29 Oktober 2022   17:29 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Begini, Han," jawab Kujang. "Kau tidak membuatku takut, Bro. Tidak banyak yang bisa membuatku takut."

"Aku bisa membayangkannya," kataku.

Kujang berdiri. "Nah, itulah nasehat dariku," katanya dengan ramah. "Aku harap kau mau menerimanya. Kalau aku jadi kau, sudah pasti aku menurut."

Aku menatapnya dengan tanpa berkedip. "Pasti?" tanyaku.

"Pasti."

Kujang mengeluarkan sisir dan menyisir rambutnya yang berwarna kuning-oranye dengan santai.

"Lagi pula, mengapa susah-susah mencari David? Kau sudah mendapat uangmu, jadi tidak ada lagi urusan antara kalian. Mengapa kamu harus khawatir tentang dia?"

"Aku tidak khawatir," jawabku. "Aku hanya ingin tahu, itu saja."

"Kalau aku jadi kau, aku akan berhenti penasaran. Kau tahu apa yang akan aku lakukan?"

'Tidak, apa yang akan kamu lakukan?"

"Aku akan liburan yang menyenangkan ke Bali, kalau aku jadi kau."

"Bukan saat yang tepat untuk liburan ke Bali, bukan?" aku menyarankan dengan tenang.

Senyum Kujang melebar. "Bukan untukmu, Bro."

"Aku akan memikirkannya," kataku santai.

Jangan pikir terlalu lama, Bro," katanya, mulai berjalan menuju pintu. "Hasta la vista!"

Aku menghentikan langkahnya. "sebentar, Jang!" kataku.

Dia berbalik. "Ya?"

"Kamu lupa memberitahuku sesuatu".

"Oh, ya? Apa?"

"Apa yang terjadi kalau aku tidak pergi ke Bali?"

"Aku rasa kamu sudah tahu jawabannya," jawab Kujang cepat.

"Tidak, aku tidak tahu."

Dia tiba-tiba mendekati mejaku dan bersandar. Wajahnya sangat dekat dengan wajahku.

Dia berkata dengan lembut, "Apa yang terjadi dengan Sambadi Lambo?"

***

Aku sampai pada kesimpulan bahwa satu-satunya orang yang benar-benar bisa membantuku adalah Nyonya Ria. Jelas bahwa dia telah menulis catatan yang mengatakan bahwa Diego tidak mati, dan bahwa ada hubungan antara si anak kecil Kartika dan fakta bahwa pelaut Kuba itu telah menggumamkan nama 'Kartika' berulang-ulang sebelumnya. dia meninggal.

Nyonya Ria-- Diego -- Kartika. 

Pasti ada hubungan di antara mereka.

Aku sempat berpikir bahwa Dr. Nasir Didi akan dapat menjelaskan misteri itu, tetapi dia tidak membantu sama sekali. Jelas dia mengira aku gila karena mengatakan bahwa Diego tidak mati. Dokter telah mengamati selama saat-saat terakhir Diego dan telah menyatakan kematiannya. Sekilas, perasaan Dr. Nasir tentang masalah ini sangat bisa dimengerti. Tidak ada dokter yang mau menerima teori bahwa dia telah menyebabkan seseorang dikubur hidup-hidup.

Aku memutuskan bahwa pesan Nyonya Ria hanya bisa berarti satu hal: bahwa orang yang meninggal di Anyer bukanlah Diego. Tapi ini tampak sama tidak masuk akalnya karena Kapten Ernesto telah mengidentifikasi mayat itu.

Pikiranku beralih ke preman yang menyebut dirinya Kujang. Dia jelas tahu di mana David berada dan telah melakukan yang terbaik untuk menyingkirkanku dari jejaknya. Kujang tahu siapa yang membunuh Sambadi. Memang mungkin juga dia yang melakukannya sendiri. Kujang bekerja untuk seseorang yang tahu di mana David berada dan mereka (siapa pun 'mereka') siap melakukan apa saja, termasuk membunuh, untuk merahasiakan keberadaannya.

Joko telah memberiku tugas untuk menemukan David, tapi David Raja Halomoan jelas sekali tidak ingin ditemukan.

Dan kemudian ada Ratna Dadali. Bagaimana dia bisa gterlibat dalam teka-teki yang rumit ini? Apakah dia bertindak karena cinta, kesetiaan yang salah, atau motif yang lebih kelam?

Mengapa dia memotret kaleng tembakau di apartemenku?

Selama satu jam aku bergumul dengan pertanyaan-pertanyaan ini, dan akhirnya memutuskan bahwa aku harus kembali ke tempat soal dimulai: catatan dari Nyonya Ria. Aku masuk ke mobilku dan melaju ke arah Bogor.

BERSAMBUNG

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun