Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Kasus Sang Harimau (Bab 41)

25 Oktober 2022   15:30 Diperbarui: 25 Oktober 2022   15:33 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok. pri. Ikhwanul Halim

Setelah Ratna pergi, aku berediri menatap kaleng tembakau dari Pertempuran Teminabuan. Tidak memberiku ide apapun. Aku berpikir bahwa saya seharusnya bersikap keras terhadap Ratna dan mengorek informasi darinya.

Saat ini aku sedang dalam kondisi yang sangat buruk. Aku pergi ke meja minuman dan mencampur gin dan tonik dalam gelas bir....

***

Hari berikutnya aku memutuskan untuk men datangi Warung Emak. Aku harus mencari tahu alasan pertemuan sembunyi-sembunyi antara David dan Ratna di lokasi yang tak masuk akal.

Jika Ratna menyebut salah satu dari selusin bar yang ada di kota, itu masih masuk akal. Tetapi keduanya bertemu di warung pinggir jalan lintas provinsi terdengar sangat luar biasa.

Saat aku memasuki halaman parkir warung, aku semakin bertanya-tanya. Warung Emak hanyalah gubuk kayu tak jauh dari pintu keluar tol Cikampek Utama. Tampak bobrok dan menyedihkan, dan tidak memberikan sambutan yang baik kepada yang mampir.

Papan nama menyatakan bahwa makanan panas tersedia dua puluh empat jam, siang atau malam, dan bahwa nama pemiliknya adalah Emak Ema. Aku memarkir mobil dan masuk.

Interiornya buruk. Setengah lusin meja tua dengan bangku kayu kasar, dan di setiap meja berdiri sebotol kecap dan satu set saus plastik murahan. Sebuah teko teh dan beberapa mangkuk nasi yang tampak kusam di bawah penutup kaca. Di belakang konter, membaca koran, duduk seorang wanita besar  berotot yang kuduga sebagai Mak Ema.

Seperti warungnya, Mak Ema kasar dan tidak terlalu bersih. Rambutnya beruban dan tergerai kusut di kepalanya. Dagunya berlipat tiga dengan dada montok bergayut. Matanya kecil tertutup asap rokok tapi tajam.

Dia menatapku, dan aku bertanya-tanya sekali lagi apa dia memiliki kesamaan dengan David dan Ratna.

Ma melirik ke atas dan bangun dari kursinya dengan susah payah, lalu menyeka tangannya di gaunnya yang penuh noda minyak, dan menyingkirkan sejumput rambut dari matanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun