Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Misteri Topeng Merah (Bab 4)

12 Oktober 2022   16:30 Diperbarui: 12 Oktober 2022   16:32 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok.pri. Ikhwanul Halim

Mereka berhenti di peron. Prima menyangka mungkin salah satu anak buah komandan ada di dalam gerbong, tapi tentu saja orang itu tidak akan menampakkan diri dengan sengaja melangkah ke belakang mereka. Sudah cukup baginya untuk mengetahui bahwa mereka ada di sana dan bahwa kereta tidak dijadwalkan untuk berhenti sebelum mencapai Stasiun Besar.

 Prima juga tahu itu. Karena itu dia tidak mengerti mengapa pria itu membungkuk dan dengan sikap percaya diri membuka pintu ruang depan dan memindahkan wesel. Prima baru menyadari mungkin pria telah mendapat isyarat ketika rem menggiling rel sementara kereta kehilangan kecepatannya dengan mendadak.

Pria kurus itu mencengkeram lengan Prima, dan saat kereta berhenti, melompat bersamanya ke kanan jalan dan membawanya ke dalam bayang-bayang di kaki tanggul. Petugas mana pun yang mungkin ditempatkan komandan di kereta telah diperdaya.

Dia melihat di depan lampu merah dan hijau dari jembatan. Dia mengerti sekarang, dan mengagumi kesederhanaan triknya. Tentu tidak terpikir oleh komandan untuk menempatkan anak buahnya di Kali Cimanuk tempat kereta ekspres jarang ditahan pada malam hari. Namun hanya perlu mengirim beberapa perahu kecil untuk pada saat yang tepat untuk menjamin keamanan para konspirator.

Segera Prima kehilangan arah. Pria kurus memimpin ke arah jalur melingkar yang tersembunyi melalui gubuk kayu, melintasi pagar, di sekitar bangunan yang gelap, dan akhirnya ke dermaga kecil. Sebuah perahu nitambatkan di sana. Sebuah tongkang, pikir Prima pada awalnya. Perahu itu tidur dalam kegelapan kecuali lampu navigasinya, dan, seperti yang dilihat Prima, bahkan lampu ini padam.

Pria kurus itu melintasi dermaga dengan Prima di belakangnya, melangkah ke geladak. Di sana dia meraih pagar, menjatuhkan sesuatu dari tangannya. Prima mendengar tiga percikan secara berkala. Seberkas cahaya melintas tajam di kegelapan dan pintu terbuka, membingkai wajah yang tak bersahabat.

 Prima didorong dari belakang, tersandung di ambang pintu ke hadapan lima pria yang mengelilinginya, waspada dan curiga.

Dia akan tahu sekarang. Satu kata dari pria kurus itu akan memberinya masalah besar yang datang dari lingkaran itu.

Tapi pria kurus itu menyelinap masuk mengikutinya, menutup pintu.

"Polisi semuanya tidur," katanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun