Para penyihir duduk mengelilingi meja, menyisakan satu kursi kosong, di ujung yang tak terlihat di dimensi impian. Ataya adalah yang terakhir tiba.
Dia menatap pakaiannya dan melihat bahwa dia sekarang mengenakan long dress dan tutup kepala biru sederhana.
"Senang kau bergabung dengan kami, Nak," kata wanita berbaju kuning yang duduk di sampingnya sambil memegang tangannya. "Sudah lama sejak terakhir kali kita bertemu. Sekarang kamu sudah gadis!"
Ataya tersenyum saat dia memeluknya. "Bibi Sanja!" desahnya dalam pelukan hangat wanita itu.
"Bagaimana kabarmu?" Sanja bertanya sambil memegangi pundak Ataya. "Berapa umurmu sekarang? Bagaimana kabarmu ... Citraloka?"
"Umurku tujuh belas," Ataya menyeringai. "Dan Ambu baik-baik saja, dia menyuruhku untuk menyapamu."
"Ah, katakan---"
Terdengar suara batuk berdeham dari kepala meja.Seorang wanita berbaju merah menatap mereka berdua dengan tatapan setajam belati.
"Kalau kalian berdua sudah selesai bebrbasa-basi, kita bisa mulai rapat sesuai jadwal."
Seorang wanita berbaju ungu di sampingnya menaikkan kaki ke atas meja sambil sambil menyeringai. Citraloka telah memberitahunya tentang mereka berdua: wanita gemuk berbaju merah adalah Nira, ketua Klub Penyihir Darah dan Air Mata, dan yang memakai gaun lembayung adalah Saras dari Liga Penyihir Seteru.
Sanja mengedipkan mata saat dia meletakkan tangannya di atas meja. "Ya," katanya, "mari kita mulai."