Melompat di atas sepedanya seperti kebiasaannya, Bagas menuju percetakan untuk mengambil koran hari itu. Dia tidak perlu menunggu pembayaran hari ini karena semua orang akhirnya membayar. Setidaknya akan ada waktu baginya untuk bermain bola nanti sore, atau mungkin pergi menjelajah ke suatu tempat.
Saat angin bertiup menyapu wajahnya, dia memutuskan itulah yang akan dia lakukan. Dia akan pergi menjelajah, jika dia bisa mengajak Taruna pergi bersamanya. Dia akan berbicara dengannya begitu sampai di sekolah dan mereka mungkin akan pergi menjelajah.
Hantaran surat kabar dan dan sekolah sesudahnya seperti tidak akan pernah berakhir, sampai pukul empat, Bagas, Taruna, dan Kadir dalam perjalanan menuju Hutan Bungin. Bagas sebenarnya tidak menginkan Kadir ikut karena Kadir brengsek. Tapi Taruna mengatakan bahwa dia tidak akan pergi kecuali Kadir ikut. Jadi, Bagas tahu bahwa dia harus menghadapi si brengsek itu untuk sore ini dan berharap penjelajahan mereka tetap menyenangkan.
Ketegangan antara Bagas dan Kadir membuat perjalanan ke hutan terasa lebih lama dari yang seharusnya. Ketiga anak laki-laki itu lelah pada saat mereka sampai di sana, tetapi tidak satu pun dari mereka mengakuinya kepada yang lain. Itu adalah semacam kode yang tampaknya diikuti oleh semua anak laki-laki. Jangan biarkan siapa pun melihat bahwa kamu lelah, atau mereka akan berpikir bahwa kamu adalah banci yang lemah.
"Nah, Bagas, ini idemu, jadi apa yang akan kita lakukan sekarang?" Kadir bertanya tepat seperti yang Bagas tahu dia akan melakukannya.
Kadir pandai membuat orang merasa seperti cacing. Karena Kadir adalah seekor cacing, dia tahu persis seperti apa rasanya, dan berusaha sekuat tenaga untuk memastikan bahwa semua orang juga melakukannya. Satu-satunya orang yang paling sudi berkawan dengannya hanyalah Taruna. Bagas tidak tahu mengapa mereka berteman. Taruna sama sekali bukan cacing, atau setidaknya, dia tidak mendekati cacing. Sungguh menakjubkan bahwa Taruna bergaul dengan orang brengsek yang tidak disukai orang lain.
Mungkin dia merasa kasihan pada Kadir. Bocah cacing tentu membutuhkan simpati.
"Apa yang ingin kamu lakukan, Kadir?" tanya Bagas, tahu bahwa apa pun yang akan dia katakan akan dibantah begitu keluar dari mulutnya.
"Oh, ini hebat, Gas. Kamu mengajak kami jauh-jauh ke sini, dan tidak akan melakukan apa-apa. Apa pendapatmu tentang itu, Taruna?"
"Berhentilah, Dir. Kita datang ke sini untuk menjelajah, dan kau tahu itu. Benar kan, Bagas?"