Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Begal Rimba Tulang Bawang (Bab 27)

23 September 2022   08:00 Diperbarui: 23 September 2022   08:12 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok. pri. Ikhwanul Halim

Pria bertopeng itu turun dari panggung, berjalan dengan santai melintasi alun-alun yang riuh oleh huru-hara pertempuran.

Seorang penduduk desa melemparkan garu ke arahnya. Tanpa menoleh, dia mengangkat tangan kiri dan menangkap alat penggaruk tanah yang berputar-putar udara. Sambil tetap melangkah, melemparkan benda itu kembali kepada pemiliknya. Malang, penduduk desa itu gagal menangkap garu tersebut. Walhasil dia terjengkang dengan garu mencuat dari tenggorokannya.

Pria bertopeng itu berdiri sejauh lima tombak dari Keti, mengamati gerakan gadis itu.

"Tidak terlalu jelek, tetapi tambahkan lebih banyak tenaga di lenganmu," katanya. "Ayunkan pinggangmu bersama gerakan kaki. Lutut ditekuk bersamaan dengan tusukan pedang. Ya, itu lebih baik, jauh lebih mengesankan,"dia memuji Keti.

Keti mengangkat alisnya bingung dan kesal, karena dia menyadari saran Pria Bertopeng itu benar berguna dia mengikuti kata-katanya itu.

Keti mengacungkan pedangnya ke arah pria misterius dan menantang. "Sekarang giliranmu!"

"Kamu akan kalah, Nak. Aku bukan tandinganmu," kata pria bertopeng itu dengan tenang.

"Kita lihat saja nanti", teriak Keti sambil maju menerjang.

Keti melakukan gerakan menusuk dan dengan cepat mengganti gerakannya dengan menyabet ke pinggang saat pria bertopeng itu menghindar, tetapi gagal mengenai sasarannya karena pria itu mengelak dengan anggun menjauh selangkah bergeser ke kanan dan mundur dengan tangan masih berada di belakang punggungnya.

BERSAMBUNG

Keti menyodok dari sisi kiri dan melakukan tebasan miring, tetapi lagi-lagi pria bertopeng menghindari serangannya dengan mudah. Gadis itu mulai terengah-engah karena tubuhnya lelah dan letih setelah pertarungan yang panjang dan berlarut-larut. Dia mencengkeram gagang pedangnya yang terasa licin karena darah erat-erat.

Sambil menggeram, Keti berlari bergerak lebih cepat dari sebelumnya sambil mengayunkan pedang membidik leher si pria misterius, tetapi sekali lagi serangannya berhasil dihindari dengan mudahnya.

Keti melompat dan menendang, tetapi pria itu menjatuhkan diri ke tanah dan berguling. Sebelum dia bisa berdiri, Keti berlari mendekat dengan pedang terangkat tinggi di atas kepalanya. Namun belum sempat lagi pedangnya turun, tangan pria itu menyambar secepat kilat. Keti terhuyung mundur, tidak tahu apa yang menimpanya, hanya saja hidungnya nyeri mengucurkan darah.

Janar berputar mengelilingi pria bertopeng itu dan mengirimkan serangan tusukan pedang dari belakang, tetapi pria bertopeng itu menghindar dengan mudah seakan-akan dia memiliki mata di belakang kepalanya. Dia meraih pergelangan tangan Janar dan dengan sentakan kecil mendorong telapak tangan Janar ke belakang, terdengar bunyi tulang patahdari pergelangan tangan Janar, membuat begal itu merintih kesakitan.

"Kau tidak begitu pintar," kata pria bertopeng itu dengan tenang. Dia kemudian mencengkeram pergelangan tangan yang patah dengan erat, memutarnya dengan telapak menghadap ke atas dan menyentuh siku Janar. Dalam satu gerakan tiba-tiba, mengangkat sikunya tinggi-tinggi dan secara bersamaan memaksa lengan bawah Janar turun bawah. Kembali terdengar suara seperti tongkat patah. Jeritan kesakitan Janar mengalahkan hiruk pikuk pertempuran yang sedang berlangsung.

Kini semua mata tertuju pada pria bertopeng yang mencengkeram tangan seorang pria yang terbaring di tanah.

"Sekarang jadilah anak yang baik dan tidurlah," katanya kepada Janar yang pingsan karena kesakitan.

Keti merasakan jantungnya berdenyut saat melihat tangan Janar yang terkulai aneh. Dia menggeram dan memamerkan taringnya pada pria bertopeng itu. Mencengkeram gagang kerisnya lalu melontarkannya ke bahu kanan pria si pria misterius.

Menghindarlah ke kiri, katanya dalam hati.

Bahkan ketika keris masih melayang di udara, Keti sudah memasang kuda-kuda dengan menumpu berat badannya ke belakang, bersiap menebaskan satu ayunan pedang terakhir. Keti akan menghabisinya dengan sabetan ke leher sehingga kepala si pria bertopeng lepas dari tubuhnya, dan Keti akan menendang kepala tersebut sebelum dia membakarnya menjadi abu. Dia sudah membayangkan nyala api yang berkobar-kobar membakar tubuh terpenggal si pembunuh kejam utusan istana di depannya, tinggal memastikan bahwa itu akan segera terjadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun