Keti menyodok dari sisi kiri dan melakukan tebasan miring, tetapi lagi-lagi pria bertopeng menghindari serangannya dengan mudah. Gadis itu mulai terengah-engah karena tubuhnya lelah dan letih setelah pertarungan yang panjang dan berlarut-larut. Dia mencengkeram gagang pedangnya yang terasa licin karena darah erat-erat.
Sambil menggeram, Keti berlari bergerak lebih cepat dari sebelumnya sambil mengayunkan pedang membidik leher si pria misterius, tetapi sekali lagi serangannya berhasil dihindari dengan mudahnya.
Keti melompat dan menendang, tetapi pria itu menjatuhkan diri ke tanah dan berguling. Sebelum dia bisa berdiri, Keti berlari mendekat dengan pedang terangkat tinggi di atas kepalanya. Namun belum sempat lagi pedangnya turun, tangan pria itu menyambar secepat kilat. Keti terhuyung mundur, tidak tahu apa yang menimpanya, hanya saja hidungnya nyeri mengucurkan darah.
Janar berputar mengelilingi pria bertopeng itu dan mengirimkan serangan tusukan pedang dari belakang, tetapi pria bertopeng itu menghindar dengan mudah seakan-akan dia memiliki mata di belakang kepalanya. Dia meraih pergelangan tangan Janar dan dengan sentakan kecil mendorong telapak tangan Janar ke belakang, terdengar bunyi tulang patahdari pergelangan tangan Janar, membuat begal itu merintih kesakitan.
"Kau tidak begitu pintar," kata pria bertopeng itu dengan tenang. Dia kemudian mencengkeram pergelangan tangan yang patah dengan erat, memutarnya dengan telapak menghadap ke atas dan menyentuh siku Janar. Dalam satu gerakan tiba-tiba, mengangkat sikunya tinggi-tinggi dan secara bersamaan memaksa lengan bawah Janar turun bawah. Kembali terdengar suara seperti tongkat patah. Jeritan kesakitan Janar mengalahkan hiruk pikuk pertempuran yang sedang berlangsung.
Kini semua mata tertuju pada pria bertopeng yang mencengkeram tangan seorang pria yang terbaring di tanah.
"Sekarang jadilah anak yang baik dan tidurlah," katanya kepada Janar yang pingsan karena kesakitan.
Keti merasakan jantungnya berdenyut saat melihat tangan Janar yang terkulai aneh. Dia menggeram dan memamerkan taringnya pada pria bertopeng itu. Mencengkeram gagang kerisnya lalu melontarkannya ke bahu kanan pria si pria misterius.
Menghindarlah ke kiri, katanya dalam hati.
Bahkan ketika keris masih melayang di udara, Keti sudah memasang kuda-kuda dengan menumpu berat badannya ke belakang, bersiap menebaskan satu ayunan pedang terakhir. Keti akan menghabisinya dengan sabetan ke leher sehingga kepala si pria bertopeng lepas dari tubuhnya, dan Keti akan menendang kepala tersebut sebelum dia membakarnya menjadi abu. Dia sudah membayangkan nyala api yang berkobar-kobar membakar tubuh terpenggal si pembunuh kejam utusan istana di depannya, tinggal memastikan bahwa itu akan segera terjadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H