Pria bertopeng itu turun dari panggung, berjalan dengan santai melintasi alun-alun yang riuh oleh huru-hara pertempuran.
Seorang penduduk desa melemparkan garu ke arahnya. Tanpa menoleh, dia mengangkat tangan kiri dan menangkap alat penggaruk tanah yang berputar-putar udara. Sambil tetap melangkah, melemparkan benda itu kembali kepada pemiliknya. Malang, penduduk desa itu gagal menangkap garu tersebut. Walhasil dia terjengkang dengan garu mencuat dari tenggorokannya.
Pria bertopeng itu berdiri sejauh lima tombak dari Keti, mengamati gerakan gadis itu.
"Tidak terlalu jelek, tetapi tambahkan lebih banyak tenaga di lenganmu," katanya. "Ayunkan pinggangmu bersama gerakan kaki. Lutut ditekuk bersamaan dengan tusukan pedang. Ya, itu lebih baik, jauh lebih mengesankan,"dia memuji Keti.
Keti mengangkat alisnya bingung dan kesal, karena dia menyadari saran Pria Bertopeng itu benar berguna dia mengikuti kata-katanya itu.
Keti mengacungkan pedangnya ke arah pria misterius dan menantang. "Sekarang giliranmu!"
"Kamu akan kalah, Nak. Aku bukan tandinganmu," kata pria bertopeng itu dengan tenang.
"Kita lihat saja nanti", teriak Keti sambil maju menerjang.
Keti melakukan gerakan menusuk dan dengan cepat mengganti gerakannya dengan menyabet ke pinggang saat pria bertopeng itu menghindar, tetapi gagal mengenai sasarannya karena pria itu mengelak dengan anggun menjauh selangkah bergeser ke kanan dan mundur dengan tangan masih berada di belakang punggungnya.
BERSAMBUNG