Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Begal Rimba Tulang Bawang (Bab 25)

21 September 2022   08:00 Diperbarui: 21 September 2022   08:02 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok. pri. Ikhwanul Halim

"Mustahil!" satu-satunya kata yang terus digumamkan Janar saat menatap dengan mata terbelalak tak percaya pada lelaki bertopeng itu.

Keti mengabaikan Janar yang terkejut, menyadari bahwa setiap detak sangat penting karena keberadaan mereka telah diketahui. Dia mengambil anak panah lain dari wadahnya dan memasangnya di tali busur. Tetapi sebelum dia sempat membidik sasarannya, beberapa anak panah berdesing melesat di udara ke arahnya. Beberapa penjaga juga maju merangsek ke posisi mereka.

Keti merunduk secepat kilat, tepat ketika anak-anak panah terbang melewati tempat wajahnya berada beberapa kejap yang lalu.

"Panggil yang lainnya sekarang!" dia berteriak pada Janar sambil mengawasi prajurit-prajurit yang mendekat.

Beruntung baginya, kebanyakan dari mereka sedang berusaha mengendalikan penduduk desa yang hiruk pikuk dan kini mencoba melarikan diri dari kepungan. Dia menghitung tujuh belas prajurit menuju ke arahnya dan saat matanya beralih kembali ke pria bertopeng, dia melihat lelaki itu tetap dalam posisi yang sama, dengan tangan berada di belakang punggungnya seolah tidak terganggu oleh kemunculan dia dan Janar yang tiba-tiba.

Janar mengangguk. Napasnya menggebu-gebu, darahnya berdesir di nadinya saat dia -hati menatap para penjaga yang perlahan-lahan mengelilingi mereka. Dia menangkup pipi Keti dengan kedua telapak tangan dan menatap mata gadis itu.

"Jangan mati sampai aku kembali. Pokonya jangan sampai mati, apa pun yang terjadi. Aku tidak mengizinkannya. Tunggu aku kembali," katanya dengan wajah menunjukkan kekhawatiran yang dalam.

Keti terkejut oleh sentuhan di pipinya yang tiba-tiba. Namun, yang paling menyentuhnya adalah ketulusan di mata Janar. Dia melihat bahwa begal pria itu benar-benar khawatir. Tak urung rona merah mewarnai pipinya saat dia menghindar dari tatapan mesranya.

Untuk alasan yang tidak bisa dia jelaskan, tiba-tiba dia mendapatkan kekuatan dan tekad yang baru untuk bertahan hidup. Dia merasakan api semangat mengalir dalam dirinya, membuatnya lebih waspada dan awas akan segala sesuatu di sekitarnya. Keti merasa benar-benar tak terkalahkan dan tidak ada yang bisa menghentikannya. Dia menggenggam tangan Janar, balas menatap dan mengangguk.

"Pergilah, kamu tidak akan kehilangan aku hari ini. Aku berjanji," dia meyakinkan Janar.

Bibir pria itu melengkung mebentuk senyum lemah dan melirik pria bertopeng itu untuk terakhir kalinya.

Kedua begal itu melompat turun dari gubuk, dan begitu kaki mereka menyentuh tanah, mereka berlari ke arah yang berlawanan. Janar berlari menggunakan tenaga prana yang membuat setengah lusin anak panah yang mengejarnya gagal mengenainya. Bertahun-tahun kemudian, Janar akan mengenang peristiwa hari itu, dan dia akan menyombongkan diri kepada cucu-cucunya bahwa pada hari itu, dia bahkan bisa berlari lebih cepat dari seekor kijang kencana.

Keti berlari ke arah prajurit terdekat. Dia menghunus pedangnya dan menyeringai penuh percaya diri, seakan harimau betina di hadapan sekelompok anak kucing. Keti menghantam jidat prajurit itu bahkan sebelum prajurit itu menggerakkan tangan untuk menangkis serangan Keti yang secepat kilat. Dua prajurit lain maju menggantikan rekan mereka yang jatuh, dan Keti menjatuhkan dirinya mengambil segenggam pasir lalu melemparkannya ke wajah mereka.

Karena pasir-pasir itu masuk ke dalam mata mereka, langkah mereka terhenti. Mata mereka terpejam dan berkedip cepat dan kehilangan pandangan. Saat mereka menggosok mata, Keti melumpuhkan keduanya dengan mudah.

Sambil meraung marah, seorang prajurit lain bergegas maju menyerangnya.

Keti tak bisa menahan gelak tawa saat dia mencengkeram keris dan melakukan jurus kesukaannya. Dia melemparkan keris ke dada kanannya, mengharapkan dia untuk menghindari ke kiri sehingga dia bisa berlari ke posisi itu dan menebasnya dengan pedang.

Ternyata Keti harus kecewa karena prajurit itu sama sekali tidak berusaha menghindari kerisnya. Prajurit itu terlalu lambat menghindar dan jatuh ke tanah dengan keris tertancap dalam di dada.

BERSAMBUNG

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun