Bibir pria itu melengkung mebentuk senyum lemah dan melirik pria bertopeng itu untuk terakhir kalinya.
Kedua begal itu melompat turun dari gubuk, dan begitu kaki mereka menyentuh tanah, mereka berlari ke arah yang berlawanan. Janar berlari menggunakan tenaga prana yang membuat setengah lusin anak panah yang mengejarnya gagal mengenainya. Bertahun-tahun kemudian, Janar akan mengenang peristiwa hari itu, dan dia akan menyombongkan diri kepada cucu-cucunya bahwa pada hari itu, dia bahkan bisa berlari lebih cepat dari seekor kijang kencana.
Keti berlari ke arah prajurit terdekat. Dia menghunus pedangnya dan menyeringai penuh percaya diri, seakan harimau betina di hadapan sekelompok anak kucing. Keti menghantam jidat prajurit itu bahkan sebelum prajurit itu menggerakkan tangan untuk menangkis serangan Keti yang secepat kilat. Dua prajurit lain maju menggantikan rekan mereka yang jatuh, dan Keti menjatuhkan dirinya mengambil segenggam pasir lalu melemparkannya ke wajah mereka.
Karena pasir-pasir itu masuk ke dalam mata mereka, langkah mereka terhenti. Mata mereka terpejam dan berkedip cepat dan kehilangan pandangan. Saat mereka menggosok mata, Keti melumpuhkan keduanya dengan mudah.
Sambil meraung marah, seorang prajurit lain bergegas maju menyerangnya.
Keti tak bisa menahan gelak tawa saat dia mencengkeram keris dan melakukan jurus kesukaannya. Dia melemparkan keris ke dada kanannya, mengharapkan dia untuk menghindari ke kiri sehingga dia bisa berlari ke posisi itu dan menebasnya dengan pedang.
Ternyata Keti harus kecewa karena prajurit itu sama sekali tidak berusaha menghindari kerisnya. Prajurit itu terlalu lambat menghindar dan jatuh ke tanah dengan keris tertancap dalam di dada.
BERSAMBUNG
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H