Babak kedua berjalan seperti terjebak dalam ruangan kecil dengan seorang pria kecil yang aneh seperti anak-anak yang mengalami gangguan perkembangan mengenakan popok dan tidak bisa berbicara hanya mengeluarkan suara erangan yang menakutkan saat  memanjat dinding sekitar  ke atas dan di atasku dan pria kecil itu.
Pria kecil itu duduk di sudut ruangan di tepi permadani merah, dari bawahnya dia akan mengeluarkan barang-barang yang dipilih secara acak untuk menunjukkan keberadaan makhluk itu, tidak ada yang bisa kuingat.
Setelah beberapa saat, dua orang lagi bergabung dengan ruangan itu, seorang pria dan seorang wanita yang mengenakan pakaian seragam cokelat. Jenis yang menunjukkan petugas aparat keamanan.
Aku tak dapat menemukan jalan keluar dari ruangan tetapi tetap mencoba karena semakin ramai. Wanita dan pria itu akhirnya mengangkat kepalan tangan mereka setinggi dada. Kepalan tangan mereka terbungkus oleh semacam lumpur berbentuk bola yang mengering dan mengeras dengan cepat.
Setelah kering, segerombolan serangga hitam mirip semut mulai melahap daging tangan orang-orang ini. Mereka menangis dan berteriak minta ampun, dan aku juga berteriak, "Aku tidak tahan, tolong!"
Sampai akhirnya seseorang datang membawa termos dan botol dan menuangkan isinya ke mulut pria dan wanita itu dan juga aku. Tampaknya untuk meringankan penderitaan kami.
Ketika keadaan menjadi tenang, entah bagaimana terdengar pengumuman dari speaker yang tersembunyi bahwa ini adalah Neraka dan kami akan segera diberi makan.
Kesannya adalah, ini berlangsung setiap hari, selamanya.
Aku berdebat dengan orang-orang di ruangan itu, tetapi aku tidak ingat apa yang dikatakan orang lain kecuali ketika terbangun aku mengucapkan nama Tuhan.
Bandung, 18 September 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H