Kedua prajurit itu menyilangkan tombak mereka dan memelototinya dengan tatapan yang pantas untuk menakut-nakuti bocah. "Apa urusan kisanak di sini? Desa ini terlalrang untuk dimasuki. Tidak ada yang masuk atau keluar atas titah Baginda Amerta Rudrawarman Wikrama."
"Selamat siang, prajurit yang mulia. Semoga para dewa memberkati dan memberi kesehatan luar dalam dan juga kekuatan untuk menginjak-injak musuh negara atas usaha dan pengorbanan kisanak dalam melindungi penduduk desa yang menyedihkan seperti kami."
Salah satu penjaga tersenyum bangga, senang dengan pujian itu, sementara penjaga lainnya menatap tajam padanya. Janar menatapnya, tahu bahwa prajurit yang satu ini akan menjadi tempurung kelapa batu yang sukar untuk dipecahkan.
"Begini, adikku dan aku," katanya sambil menunjuk Keti yang menampilkan senyum cerah semanis mungkin di belakangnya, "kami adalah pedagang keliling. Kami bepergian jauh dan ke seluruh penjuru angin menjual aneka rupa, mulai dari makanan, perhiasan dan pakaian. Barang dagangan kami bahkan mungkin akan terlihat bagus di tubuh kisanak. Mungkin kisanak berminat untuk mencoba beberapa jika kisanak sudi."
BERSAMBUNG