Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Begal Rimba Tulang Bawang (Bab 19)

15 September 2022   08:23 Diperbarui: 15 September 2022   08:38 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok. pri. Ikhwanul Halim

Ganbatar tersentak kaget. "Tunggu Janar! Apaaa? Kau tak ingin bersamaku menyelidiki desa terkutuk di depan itu? Bukankah kau dan aku biasa melakukan hal semacam ini bersama-sama? Dan kau pikir Keti mau tertarik untuk---"

"Aku ingin pergi dengannya," Keti tiba-tiba memotong Ganbatar. "Maksudku ... lebih baik aku pergi. Aku lebih kecil dan lebih cepat dari Ganbatar, jadi aku lebih cocok untuk melakukan pengintaian dengan Janar."

Ubai dan Palupi mengerutkan alis. Bola-bola mata keduanya menyipit tajam, melayang bolak-balik antara Janar dan Keti.

Resi Umbara tersenyum dan mencoba menahan tawa menonton drama tanpa babak di depannya. "Kalau Anda sekalian bertanya kepada saya, saya percaya Keti lebih cocok untuk peran itu. Dia kecil dan lincah, tidak seperti Ganbatar yang dari bentuk kuncirnya sudah menarik perhatian, apalagi sosoknya yang seperti badak berdiri."

Palupi bersiul dan menggenggam tangan Keti. "Sudah beres kalau begitu. Keti dan Janar akan mengintai desa. Kalian tidak dapat membawa senjata apa pun supaya Anda tidak menimbulkan kecurigaan. Jika kalian tidak kembali saat matahari terbenam, maka kami akan menyimpulkan bahwa telah terjadi hal terburuk dan kalian mungkin sudah tewas, setuju? "

Janar mengangguk. "Begitulah rancangannya."

Dia membawa bekalnya menyerahkan kepada Keti sebuah keranjang berisi makanan dan pakaian. "Jika ada yang bertanya, kita adalah pedagang keliling waisya yang sederhana, di sini untuk urusan dagang."

Selagi dia dan Keti berkemas-kemas dan siap untuk menyusup ke desa Tudung Tenuk, Palupi menepuk bahu Keti. "Ingat, jangan bertindak sendirian. Ini adalah kerja kelompok. Kalian mengintai layaknya telik sandi dan kembali ke sini."

Keti mengangguk dan menaiki kudanya dengan keranjang diikat ke kuda. Yang lainnya menjura mengucapkan doa selamat untuk mereka dan menunggu mereka kembali di bukit.

Suara derap kaki kuda yang di jalan tanah memenuhi rongga telinga Keti dan dadanya berdebar kencang saat mereka mendekati desa. Dia menoleh ke samping dan melihat Janar menatapnya dengan senyum hangat di wajahnya. Keti langsung memalingkan wajahnya dan dari sudut matanya, dia masih bisa melihat pria itu menatapnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun