Suasana mendadak menjadi suram. Wajah-wajah berubah muram.
Keti tercengang oleh perhatian yang tulus di matanya. Perhatian yang sama ada di mata mereka masing-masing.
Dia menghela napas dengan tampang sedih. "Ada seorang gadis kecil yang datang kepadaku. Dia bilang kakaknya ditahan oleh---"
"Kami sudah tahu itu. Bocah itu datang dan menceritakan semuanya. Dia melakukannya karena takut," potong Ganbatar. Yang berdiri santai memperhatikan teman-temannya dengan tenang. Namun semua dapat merasakan aura kemarahan yang terpancar darinya.Â
"Itu bukan yang ingin kami ketahui. Aku, kami ... kami ingin tahu kenapa kau pergi begitu saja tanpa memberitahu siapa pun. Kau sudah tewas kalau Janar dan Lupi datang terlamabat atau salah satu penduduk desa tidak memberi tahu kami bahwa kau berlari ke hutan bersama seorang gadis kecil.Â
Kau melakukan hal yang sama saat pertama kali kita datang ke sini, menunggang kudamu tanpa memberi tahu kami atau menyusun rencana. Apakah kau sangat ingin mati atau memang kelakuanmu selalu kekanak-kanakan? Selama masih terbuat dari daging dan darah, kau bukannya tak terkalahkan dan hidup selamanya."
"Tidak apa-apa," Janar memelototi Ganbatar dengan marah. "Kamu sudah cukup bicara. Ketika dia siap untuk terbuka kepada kita, dia akan melakukannya."
Keti menepuk lengan Janar. "Tidak apa-apa. Kamu benar. Kalian semua," katanya sambil memandangi para begal satu per satu. "Aku seharusnya memberitahu kalian jika aku akan menyerang. Aku terbiasa melakukan hal-hal dengan caraku sendiri, bahkan ketika aku masih tergabung dalam kelompokku dulu. Ada hal-hal yang hanya bisa kulakukan sendiri tanpa bantuan. Aku terbiasa menangani hal-hal sendiri."
Dengan susah-payah, dia berupaya untuk duduk, kemudian menatap mata mereka satu persatu tanpa berkedip.
"Maaf," katanya dengan tegas. Dia berbalik menghadap Janar dan Palupi. "Terima kasih telah menyelamatkanku. Akau ada terkubur dalam tanah jika kalian tidak datang tepat waktu untuk menyelamatkanku."