Sambadi bergidik. "Tidak, terima kasih. Bus berhenti di setiap persimpangan untuk menaikkan penumpang dan akan menghabiskan waktu berhari-hari untuk menyeberang. Aku seharusnya tidak bertanya.". Dia mengangkat gelas ke arahku. "Bottom up. Ini tempat yang sangat buruk untuk terjebak, tetapi selama minumannya masih ada, aku akan mencoba menikmati yang terbaik dari kondisi yang buruk ini."
Dia mencondongkan tubuh ke depan. "Apa bidang usaha Anda, jika Anda tidak keberatan aku bertanya?" dia bertanya.
"Teknik kelautan," jawabku singkat. Aku benar-benar keberatan dia bertanya. Saya tidak melihat banyak gunanya memberi tahu tokoh ini bahwa aku baru saja bangkrut.
"Teknik kelautan, ya?" ucap Sambadi. "Banyak pekerjaan untuk bidang itu di sini."
Aku mengangguk, tetapi tidak mengatakan apa pun agar tidak membuatnya bertanya lebih lanjut. Untungnya Kirana muncul membawa nampan dengan dengan nasi goreng yang mengepul menyelamatku dari percakapan yang tak kuinginkan. Celana jinsnya yang ketat membungkus bagian bawah pinggangnya saat dia membungkuk untuk meletakkan piring di atas meja.
Dengan tatapan tak berkedip Sambadi melirik Kirana. Aku merasakan darahku naik karena emosi.
"Nasi goreng ini rasanya merangsang lidah," dia berkata sambal mengedipkan mata padaku, tidak menyadari kalau Kirana adalah kekasihku.
Tanpa menyadari apa yang terjadi, Kirana menggelengkan kepalanya. "Saya hanya menambahkan sedikit cabe, bukan yang pedas," katanya.
"Oh, sudah pasti," balas Sambadi.
Aku rasa sejam lagi Bersama Sambadi akan membnuatku naik pitam.